Studi Kasus Pastoral

Tinjauan Atas 5 Artikel Dalam Jurnal-Jurnal Teologia Dan Pastoral

Program Pasca Sarjana
Nama Mahasiswa : Reinhard Berhitu
Mata Kuliah : Teologia Pastoral
Dosen Pengampuh : Pdt Dr. Yunus Laukapitan

Jurnal Pertama:  Pemimpin Yang Memiliki Integritas Menurut 2 Timotius Pasal 2. Maria Rukku Vol 9. N0 1, April 2011, Jurnal Teologia Dan Pastoral Jaffray

      Bahwa dalam kehidupan seorang pemimpin tidak hanya harus memiliki suatu kehidupan rohani yang tinggi tetapi juga harus ditunjang oleh integritas diri dalam kepemimpinannya.  Bobot kepemimpinan tidak ditentukan oleh tingginya pendidikan semata atau banyaknya jam terbang dalam pelayanan, melainkan oleh integritas diri.  Pecahnya kerajaan Israel, hancurnya kerajaan Yehuda adalah karena rapuhnya intedritas para pemimpinnya.  Keruntuhan masyakat juga awali dengan pemimpin yang kehilangan integritasnya. 

       Bahwa pemimpin yang berintegritas adalah pemimpin yang selalu menyerahkan kepemimpinan hidupnya dengan Firman Tuhan, bergantung penuh pada pimpinan Roh Kudus, menguasahakan karakter yang baik dan selalu menunjukan sikap kerendahan hati.  Dalam berbagai bagian Alkitab, ditemukan bahwa integritas itu penting karena Tuhan menginginkannya (Kej 17:1, 1petrus 5:4-5) hal itu mereflesikan diri yang sebernanya (kej 20:5-6) manusia membutuhkannya (Amsal 10:9, 20:7, l raja-raja 9:4-5, Fil 2:14-16, l Timitius 4:12).   Kecerdasan otak memang penting namun tidak berguna bagi sesama manusia jika tidak diimbangi dengan integritas.  Banyak orang perangapan bahwa integritas adalah modal utama untuk seorang pemimpin atau seorang hamba Tuhan, namun sebagai modal yang paling langka dimiliki oleh pemimpin.  Inilah ironi terbesar dalam area kepemimpinan.  Denis Waitley, mengatakan “integritas sebuah stantar moralitas dan etika pribadi, tidak ada hubungannya dengan situasi yang kebetulan ada disekitar anda dan tidak mendorong kecepatan.  Persediannya yang sedikit kini semakin sedikit tetapi tanpa integritas, kepemimpinan hanyalah pulasan.

      Dalam Alkitab, firman Tuhan mengatakan banyak yang terpanggil, tetapi sedikit yang terpilih (matius 22:14), banyak yang masuk sekolah tinggi teologia untuk mendapat ijazah dan gelar, tetapi sedikit yang dapat dipercayai, sedikit yang memiliki untegritas.  Dalam 2 Timotius 2:2 terdapat prinsip-prinsip tentang pemimpin yang berintegritas  sebagai berikut:

  1. Pemimpin Yang Dapat Dipercaya.

Menurut 2 Timotius 2:2 pemimpin yang memiliki integritas adalah pemimpin yang “dapat dipercaya” dengan kata lain, pemimpin yang memiliki integritas adalah pemimpin yang memperoleh kepercayaan. Kalua tidak demikian maka tidak akan ada orang yang mau menjadi pengikut.  Jhon C. Maxwell dan Yakop Tomatala dalam tulisan masing-masing mengatakan pemimpin adalah orang yang punya pengikut.  Paulus menasehati Timotius supaya, sebagai pemimpin ia menyiapkan pemimpin-pemimpin lain yang dapat dipercaya, untuk dapat mempercayai seorang pemimpin tidak perlu kita setujuh dengannya.  Kepercayaan adalah keyakinan bahwa pemimpin sungguh-sunggunh dengan apa yang dikatakannya itulah yang disebut integritas.

  • Pemimpin Yang Hidup Dalam Kekudusan.

Dalam 2 Timotius 2:21, dikatakan bahwa “jika seseorang menyucikan dirinya dari hal-hal yang jahat, ia akan menjadi perabot rumah untuk maksud yang mulia. Menurut Paulua seorang yang dapat dipercaya adalah seseorang yang telah dikuduskan.  Dalam yesaya pasal 6 ayat 3, dikatakan kudus, kudus, kuduslah Tuhan penekanan tiga kali dari ayat ini adalah salah satu dari banyak bagian yang menekankan kekudusan Allah. Kudus dalam ibrani adalah “qadosy” atau “hagios” dalam yunani berarti “Pemisahan” pemisahan dari hal-hal yang kudus atau pemisahan ke hal-hal yang rohani.  Selain dari pada itui kekudusan juga menuntut kesedian untuk berjalan dalam terang ilahisetiap hari yang akan menuntun kepada kepribadian dengan kewibawaan rohani yang jelas. Pemimpin yang berintegritas adalah pemimpin yang terus menjaga kekudusan hidupnya.

  • Pemimpin Yang Hidup Dalam Ketulusan

Usahakan supaya engkau layak di hadapan Tuhan sebagai seorang pekerja yang tidak usah malu, yang berterus terang memberitakan kebenaran itu (2 Timotius 2:15), kata berterus terang memberitakan perkataan kebenaran itu, adalah sikap yang tulus atau ketulusan.  Pemimpin yang tulus tidak harus mengiklankan fakta. Pemimpin yang tulus akan kelihatan dalam segala hal, demikian pula bila pemimpin tidak tulus tidak dapat disembunyikan, disamarkan  atau ditutup-tutupi, tidak peduli secakap apapun seorang pemimpin dalam hal yang lain.  Pemimpin yang berintegritas selalu menyesuaikan perkataanya dengan tindakannya.  Itulah yang membuatnya menjadi pemimpin yang hebat dan dipercaya.  Pemimpin seperti ini tahu bahwa waktu akan membuktikan bahwa ia benar dan ia akan bersedia untuk menunggu, ia yakin orang lain akan menpercayai dan mengikutinya.

  • Pemimpin yang Memiliki Konsistensi

Ikutlah menderita sebagai seorang prajurit yang baik dari Kristus Yesus, seorang prajurit yang sedang berjuang tidak memusingkan dirinya dengan soal-soal penghidupannya, supaya dengan demikian ia berkenaan kepad komandannya.  Seorang olahragawan hanya dapat memperoleh mahkota sebagai juara, apabila ia bertanding menurut peraturan-peraturan olaraga.  Seorang petani yang bekerja kesar haruslah yang pertama menikmati hasil usahanya (2 Timotius 2:3-6), ilustrasi yang sederhana Paulus menyebut olaragawan dan petani, Paulus bermaksud menekankan apa yang disebut  “konsistensi” bahwa seorang pemimpin harus memiliki konsistensi.  Pemimpin yang tidak konsisten dapat membingungkan pengikutnya.  Smith mengatakan dapat membuat kepemimpinan yang kosong ketika orang-orang yang agresif berjalan sendiri sementara sebagian besar anggota menjadi lumpuh. Karena tidak tahu apa yang harus dilakukan dan takut melakukan kesalahan.

  • Pemimpin Yang Mampu Bertahan Sampai  Akhir

Dalam 2 Timotius 2:22 Paulus menekankan “sebab itu jauhilah nafsu orang muda, kejarlah keadilan, kesetian, kasih, dan  bersama-sama dengan mereka yang berseruh kepada Tuhan dengan hati yang murni.”  Salah satu hal yang ditekankan Paulus adalah “kejarlah.. Kesetiaan” sampai akhir. Seorang pemimpin tidak saja harus memulai tugasnya dengan baik, tetapi ia harus mengerjakan dengan tugas pula sampai akhir. 

Seorang pemimpin dapat menunjukan integritasnya dengan melaksanakan tugasnya sebaik mungkin, terlepas dari seberapa penting tugas itu atau siapa yang akan mendapatkan pujian klak. A.B. Susanto mengatakan “integritas pemimpin juga terlihat dari kesetiaannya terhadap tugas dan tanggungjawab sekalipun pekerjaan yang dihadapi sekecil adanya, karena dengan kesetiannya terhadap perkara-perkara yang kecil akan membuat ia mampu pula untuk melaksanakan perkara-perkara besar.  Ini merupakan ajaran Yesus sebagaiman yang tertera dalam Lukas 16:10-12.  Seorang pemimpin akan terus mengembangkan kesabaran dalam mengatasi cobaan dan kesengsaraan yang mungkin akan menimpanya.  Dia harus rendah hati untuk mempelajari ketrampilan yang baru dan memiliki ketepatan hati untuk bertahan sampai akhir. Tidak peduli apa yang harus dikorbankannya untuk mencapai tujuannya.  2 Timotius 4:8 mengatakan “kepada pemimpin seperti itu akan diberikan Mahkota Kebenaran”.

  • Pemimpin Yang Cakap Mengajar

          Dalam 2 Timotius 2:2 dikatakan “apa yang telah engkau dengar dari padaku dipedan banyak saksi, percayakan itu kepada orang-orang yang dapat dipercayai yang juga cakap mengajar orang lain.” Paulus menekankan bahwa seorang pemimpin bukan saja seorang yang dapat dipercaya, tapi juga harus cakap mengajar orang lain. Tujuannya agar mandap Yesus Kristus tidak dikurangi dan ditambahkan.  Kapabilitas itu melibatkan berbagai unsur penting yang berperan dalam menjadikan seorang pemimpin menjadi pemimpin yang berbobot, kuat, cakap dan trampil dalam memimpin.  Yakop Tomatala mengatakan “kapabilitas merupakan unsur dinamis dan kapasitas berupa kemampuan atau kesanggupan untuk berbuat.  Kesanggupan seperti ini dapat disebut sebagai kecakapan atau keahlian khas yang dapat memberi kemanpuan untuk memimpin atau mengerakan orang lain kearah tujuan yang telah dicanangkan dan dapat diwujutkan dengan kinerja tinggi.

JURNAL KEDUA:   FORMASI ROHANI SEORANG PELAYAN ANAK DALAM MENUNJANG EFEKTIVITAS PELAYANAN. Oleh: Rosyanthi Ferayanthi Bambrehi. Jurnal Teologia Dan Pastoral Jaffray Vol. 9, No 2, Oktober 2011

          Formasi rohani berarti suatu susunan, sedangkan rohani berarti segala sesuatu yang berhubungan dengan roh.  Roh adalah sesuatu yang ada dalam tubuh yang diberikan Tuhan sebagai penyebab adanya hidup atau kehidupan; nyawa.  Dalam buku Renovation of the heart, Dallas Willard mengatakan “ formasi spiritual bagi orang Kristen pada dasarnya mengacu pada proses yang digerakan oleh Roh dalam bentuk dunia batinia manusia dengan cara sedemikian rupa sehingga menjadi serupa dengan keberadaan batiniah kristus sendiri…. Formasi spiritual Kristen difokuskan sepenuh kepada Kristus.

          Dengan demikian, formasi rohani seorang pelayan anak berarti suatu susunan atau tatanan kehidupan rohani tertentu, yaitu sesuatu yang menyebabkan adanya kehidupan yang dimiliki oleh seorang pelayan anak, yang terbentuk oleh berbagai proses dalam kehidupannya yang digerakan oleh Roh, untuk membentuk suatu kehidupan batinia dan roh yang serupa dengan Kristus.

          Dalam pelayanan anak dalam jemaat memerlukan EFEKTIVITAS, kata efektivitas dari kata efektif yang berarti (1) mempunyai efek, pengaruh, akibat, (2) memberi hasil yang memuaskan, (3) manffatkan waktu dan dan cara dengan sebaik-baiknya, (4) berhasil guna.  Jadi efektif dalam pelayanan anak  berarti, Sesutu yang memberikan efek, pengaruh, dan hasil yang maksimal dalam pelayanan tersebut. Jadi formasi rohani pelayanan anak dalam menunjang efektivitas pelayanan yang harus dilakukan oleh para pemimpin dalam peningkatan mutu dan kualitas anggota jemaat di kemuadia hari sebagai berikut.

  1. Hubungan dan benar dan intim dengan Tuhan merupakan hal yang fundamental dalam menunjang efektivitas dalam pelayanan.  Bila pelayanan anak memiliki hubungan yang benar atau intim dengan Tuhan maka kuasa dan peryertaan Tuhan ada bersamanya sehingga pelayanan akan menjadi efektif.  Gembala atau Pembina pelayanan anak dapat menuntun para pelayan anak agar memiliki hubungan yang benar dengan Tuhan.
  2. Hubungan dengan relasi atau sesama akan mempengaruhi kerjasama antar rekan sepelayanan dalam menunjang efektifitas pelayanan anak.  Jadi para pelayan anak yang tidak memiliki relasi yang baik dengan sesama pelayan akan mempengaruhi kenerja dan efektifitas penggembalaan pastoral dalam pemgembagan gereja dimaksud.  Maka pelayan anak dapat dibekali dengan pemahaman yang kuat tentang hubungan social kemasyarakatan agar pelayan terus diperlengkapi dalam memenagkan anak bagi masa depan gereja.
  3. Terbebas dari kebiasan buruk seorang pelayanan anak harus sungguh-sungguh membawah anak untuk memahami arti dari pertobatan yang benar, dan dituntun oleh Roh Kudus dan hidup sesuai dengan firman Tuhan.  Hidup kudus adalah forma rohani pelayan anak yang dapat menunjang efektifitas pelayanan gereja secara menyeluruh atau secara holistic.
  4. Maka formasi rohani seorang pelayan anak mencakup hubungan benar dengan Tuhan. Hubungan yang benar dengan sesame dan pengalaman perubahan dalam mengatasi dosa dan bertumbuh dalam kekudusan.

           Maka sebagai pemimpin dalam dalam pengembangan gereja secara holistic perlu kerja keras dalam mempersiapkan pertumbuhan gereja secara menyeluruh guna menjawab kebutuhan dan perkembangan gereja Tuhan ke depan.  Sebagai pemimpin harus berpikir secara konstruktif dan terencana dalam melihat dan menilai zaman ini.

Jurnal Ketiga : Peranan Gembala Sebagai Pemimpin Dalam Prespektif  l Petrus 5:1-4 Dan Relevansinya Pada Masa Kini. Oleh Yanda Kosta, Jurnal Teologia Dan Pastoral Jaffray, Vol.9, No. 2, Oktober 2011

          Pada prinsipnya konteks I petrus  tidak jauh beda dengan konteks masa kini, namun fakta yang terjadi dilapangan bahwa diantara gembala atau penatua yang sungguh-sungguh melaksanakan tugasnya masih Ada yang bertindak sebagai gembala upahan atau mencari keuntungan sendiri.  Apa yang diajarkan tidak sesuai dengan pratika hidupnya atau kebenaran yang diketahuinya tidak melakukan bahkan melangar.  Factor utama adalah kerohanian gembala atau penatua yang belum baik maka tidak mampu memimpin jemaat dengan baik.  Petrus menasehati para penatua untuk dapat menggembalakan kawan domba Allah dengan penuh tanggungjawab, sukarela bukan dengan paksaan, malaikan menjadi teladan bagi kawan domba yaitu jemaat.  Bagaimanakah seharusnya menjadi seorang gembala.

  1. Sebagai Seorang Pembimbing.

Konseling atau bimbingan merupakan bagian yang penting dari pelayanan pastoral. Bimbingan memegang peranan yang sangat penting dalam penggembalaan jemaat, setiap jemaat punya masalah. Baik orang dewasa, pemudamaupun anak-anak, masalah pribadi, masalah keluarga, masalah pekerjaan dan sebagainya, sebab itu bimbingan sangat perlu dalam pengembalaan jemaat.  Dalam kamus Kesar Bahasa Indonesia memberikan arti konseling “adalah bimbingan oleh yang ahli kepada seseorang dengan mengunakan metode psikologis, pengarah, proses, pemberian bantuan oleh konselor kepada konsili sedemikian rupa sehingga pemahaman terhadap kemampuan diri sendiri meningkat dalam memecah berbagai  masalah”.  Keunikan dari konseling atau bimbingan menurut Yakub B. Susabda ada empat hal yaitu

  1. Bimbingan pastoral adalah pelayanan hamba Tuhan yang dipercayakan oleh Allah.
  2. Bimbingan pastoral adalah pelayanan yang mutlak bergantung pada kuasa Roh Kudus.
  3. Bimbingan pastoral adalah pelayanan yang didasarkan pada kebenaran Firman Tuhan
  4. Bimbingan pastora adalah bimbingan yang bersifat teologis dalam integritasnya dengan sumbangan ilmu pengetahuan lain, khususnya psikologia.

Pelayanan bimbingan pastoral memang sangat unik dan mempunyai kekuatan yang luar biasa

1.       Sebagai Gembala Yang Bertanggungjawab

Salah satu tanggung jawab sebagai pemimpin adalah memperhatikan domba-domba gembalaannya, kata “memperhatikan” dari kata “pemerhati” yang berarti orang yang memperhatikan, minat, mengamati, maka sebagai pemimpin harus dapat mengenal kebutuhan dasar dari umat yang digembalakannya.  Gembala yang memperhatikan adalah gembala yang ingin tahu tentang keadaan jemaatnya.

          Gembala harus  anggota jemaat dalam kesusahan dan bertindak untuk menolongnya dan memberikan perhatian melalui Firman Allah, mendoakan dan menguatkannya.  Gembala yang bertanggungjawab adalah gembala yang rela menanggung segala sesuatu, kerelaan memikul atau menanggung segala akibat. 

  • Menjaga Dan Melindungi Jemaat

Dalam Yohanes 21:16, Tuhan Yesus memberikan tugas dan tanggungjawab kepada Simon Petrus kataNya “gembalakanlah domba-dombaku” hal yang sama Simon Petrus kepada para penatua l petrus 5:1-2, kata gembalakanlah berasal dari Bahasa yunani POMAINE yang berarti “jagalah” kata menjaga berarti menunggu, mempertahankan keselamatan orang, mengawal,  melindungi supaya jangan ditimpa bahaya, memelihara, mengawasi, merawat dan mencegah dari bahaya.  Karena ada bahaya.  Muncul ajaran sesat dari dalam dengan tujuan untuk memecah belah jemaat, sedangkan bahaya dari luar dengan lukisan serigala-serigala yang ganas dan akan mengacaukan seluruh anggota jemaat maka fungsi menjaga harus terus ditingkatkan.

  • Sebagai Pemimpin Atau Gembala Harus Dapat Mengajar

Pada prinsipnya seorang gembala harus dapat mengajar atau dengan kata lain kandungan utama dari seorang pelayan adalah mengajar.  Gembala sebagai pemimpin merupakan guru yang terus menerus mengajar atau memberi pengajaran kepada anggota jemaat dan tujuan jemaat mengalami pertumbuhan secara rohani.  Maka tujuan dapat tercapai dengan baik karena pengajaran yang efektif dalam penggembalaan.

  • Berkhotbah atau pelayanan mimbar merupakan satu cara yang diberikan Allah untuk menyampaikan Firman kepada umat.  Namun perlu diingat bahwa berthotbah adalah cara yang amat penting.  Warren W. Wierbe mengatakan “bagi pendeta yang tahu membedakan prioritas, maka berthotbah  merupakan tugas pelayanan nomor satu” menurut Philip Brooks “gembala haruslah seorang penghotbah yang baik agar dapat memelihara maartabat pekayanannya. Penghotbah yang bukan gembala akan rengang hubungannya dengan jemaat, gembala yang bukan seorang penghotbah adalah gembala yang picik”
  • Sebagai Teladan Dalam Kekudusan

Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan kekedusan sebagai Kemurnian, Suci, Bersih, dan mulia, kekudusan dalam Perjanjian Lama didefenisikan dengan beberapa pengertian.  Ada yang mengaitkan dengan Allah sendiri, Willyam Bienees mengatakan “kekudusan dalam Perjanjian Baru dikaitkan dengan Allah Sendiri dan baru kemudian lewat perintahnya dengan benda-benda dan tempat secara etimologia “Kudus” adalah terjemahan dari kata Ibrani cadesy yang berarti terpisah (dikhususkan) atau terpotong dari” 

Gembala sebagai pemimpin rohani harus menjadi teladan kepada jemaatnya dalam hal kekudusan.  Ini berarti gembala sebagai  memimpin  harus menghindari hal-hal yang dapat merusak citra diri sebagai gembala yang dipercayakan Allah kepadanya.  Herry C, Thiessen mengatakan “Dorongan yang paling kuat untuk hidup kudus bukanlah peraturan malaikan teladan khususnya seorang yang dekat dengan kita.

Jurnal Keempat:  Kepemimpinan Dan Tantangan Pluralisme

Oleh                  : Dr. Jason Lase, M.Si

Orasi Ilmiah, Disampaikan Pada Acara Dies Natalis ke-76 Wisuda Sarjana ke 34 dan Wisuda pasca Sarjana ke-20 STT Jaffray Makasar, (Tanggal 20 September 2008)

           Kepemimpinan memiliki ragan defenisi dari berbagai ahli dan dapat diteropong atau diulas dari berbagai sudut pandang disiplin ilmu.  Luasnya uraian tentang kepemimpinan dapat ditelah dari sudut pandang, kepemimpinan Administratif, Filsafat kepemimpinan, kepemimpinan Kristen Alkitabiah, teologia kepemimpinan, dan kepemimpinan tradisonal yang hidup dan ditaati dalam berbagai suku bangsa di Indonesia.

          Pluralisme social adalah bentuk keanekaragaman masyaralat, baik dari segi adat istiadat, sukubangsa, religi kepercayaan, agama, Bahasa, kebiasaan, kesenian, maupun dari segi ekonomi, sistim organisasi social, sistim pengetahuan. Dalam satu segi pluralisme adalah kekayaan dan peluang suatu bangsa untuk hidup saling melengkapi.

Seorang pemimpin idealnya memiliki semua ciri kepemimpinan yang unggul (excellent).  Menguasai semua tipe kepemimpinan sehingga dapat mengambil yang tepat dan berkualitas sempurna. Namun seorang pemimpin yang sempurna tidak pernah ada sehingga mengharapkan kepemimpinan yang ideal hanya diukur dari sudut pandang kelompok dan kepentingannya.

  1. Tipe Sharing Power

Dalam masyarakat yang sangat beragam, kepemimpinan pasa setia lewel dibagi pada setiap kelompok-kelompok, baik secara etnik, mapun kelompok kepentingan, seperti kaum buruh, organisasi masyarakat, atau partai politik. Tipe sharing power ini untuk menghindari kecemburuan social dan mengurangi konflik.

  • Tipe Ikatan Primordialisme

Tipe kepemimpinan ini didasarkan fakta ikatan primordial dominant sukubangsa, agama, partai politik yang dominan diangat pada satu lini dan jenjang, meskipun ada orang-orang unggul, tetapi karena diluar ikatan itu, maka yang bersangkutan tidak akan diangkat menjadi pemimpin, bahkan dieliminasikan agar tidak menjadi saingan.

  • Tipe Kekuasan Dominan

Kepemimpinan dalam tipe ini biasanya lebih kuat karena pemimpin dipilih dari kalangan orang-orang berkuasa apakah itu partai politik dominant, sukubangsa dominant, agama dominant, atau organisasi masa yang dominant.

  • Tipe Prestasi (Merit System)

Pemimpin diangkat berdasarkan jasa, kemanfaatan, kebaikan, kepantasan, kepatutan, dan atau keahliannya.  Tipe ini sangat baik jika dilakukan secara konsisten dan apabila para pengikutnya mendukung sepenuhnya.  Namun jika pendukung karena berbagai alasan tidak mendukung maka sehebat apapun pemimpin itu pasti akan mengalami hambatan.

MENGHADAPI TANTANGAN PLURALISME SOSIAL

  1. Be an emphaty leader.  Berempati tidak berarti anda sepakat, malaikan secara mendalam mencoba mengerti orang itu, baik secara emosional dan intelektual. Menjaga dan membangun empati dilakukan melalui interaksi, seorang emphaty leader memberikan umpan balik korektif yang tepat untuk menjaga harga diri dan rasa percaya diri serta membangun kerja sama.
  2. Semuil Tjiharjadi, dalam bukunya To be Great leader mengutip pendapat Leo Tolstoy, novelis dan filosuf dari Rusia, “Everyone thinks of changing the world, but no one thing of changing himself”. Plato mengatakan “kemenangan yang pertama dan yang terbaik adalah menaklukan diri sendiri” (Tjiharjadi 2007:75).  Seorang pemimpin tidak boleh kaku, konservatif, dan mau menang sendiri. 
  3. Djokosantoso Moeljono dalam bukunya More About Beyond Leadership, memberikan dua belas  konsep kepemimpinan, salah satunya adalah keseimbangan interaksi antara atasan, bawahan dan rekan sejawat. Konsep keseimbangan interaksi ini adalah sebuah konsep yang penting, namun tidak mudah untuk dilaksanakan karena memerlukan satu modal “kematangan atau kedewasaan serta keluasan intelektual. (Moeljono 2008:115-160).
  4.  seorang pemimpin ideal  harus memiliki kelebihan dibandingkan dengan kelompok orang yang dipimpinnya, sekaligus ada kesadaran dalam dirinya bahwa dia juga memiliki kelemahan,
  5. Dalam buku The Leader Of The Future, R. Robert Thomas Jr. mengemukakan tentang Diversity Management (manajemen keragaman) untuk menghadapi perbedaan, kompleksitas dan ketegangan organisasi.  Manajemen keragaman mengfokuskan diri pada upaya-upaya mencari cara mencapai kelekatan untuk membuat keputusan yang berkualitas tinggi di tengah perbedaan, persamaan, dan ketegangan.  Dalam erah ini globalisasi menjadi norma, manajemen keberagaman tampil sebagai pendekatan yang lebih strategis.  Maka seorang pemimpin Kristen harus memahami ciri-ciri khas suatu ikatan primordial yang dipimpinnya dan selalu mengali kearifan-kearifan local ditempay dia bertugas agar dapat menciptakan suasana harmonis dan banyak memperoleh dukungan.

  Jurnal kelima: Kepemimpinan Kristen Yang Efektif

Oleh               : Pdt Jermia Djadi, M.Th

Jurnal Teologia dan Pastoral,  STT Jaffray Makasar, Vol 2. No 1, April 2009.

Dari jurnal ini saya lebih focus pada pembentukan karakter dari jurnal ini,,agar dapat membantuh saya dalam penyelesaian karakter pemimpin  dan umat yang Tuhan percayakan kepada saya untuk memimpin mereka dalam karakter Tuhan

          Pengertian karakter, karakter adalah kepribadian dalam diri kita, hasrat, keinginan, kehendak dalam diri kita, karakter adalah kecendrungan kita, karakter adalah perangai, tabiat dan watak kita, karakter adalah sosok asli dalam diri kita yang secara tetap mempengaruhi perbuatan, perasaan dan pikiran kita.

  1. Proses pembentukan karakter
  2. Bawaan sejak lahir meliputi, 1. Karunia rohani khusus dari Tuhan, 2. Gabungan gen (Plasma pembawaan sifat)dan kromoson yang kita warisi dari orang tua kita serta nenek moyang kita, 3. Jenis kelamin, ras, golongan darah, dan factor fisik lainnya, 4. Kebiasaan-kebiasaan yang terbentuk dari orang tua, lingkungan, budaya, kepercayaan, dan pendidikan.  Kebiasaan-kebiasaan tersebut menyancakup mulai dari kebiasaan tidur, kebiasaan belajar, cara makan, cara bekerja, hingga cara bergaul dengan orang lain.
  3. Enam Pilar Karakter

Josephson Institute Of Ethics mendefenisikan enam inti dasar etika yang berhubugan dengan kewajiban moral dan kebaikan antara lain, pertama: Trustworthiness (dapat dipercaya), jujur, tulus, memegang janji, tidak curang, penipu atau mencuri, dapat dipercaya, apa yang anda katakana adalah hal yang anda kerjakan, integritas: berani melakukan hal yang benar, membangun reputasi yang baik, setia kepada keluarha, kawan dan negara.  Kedua: Respect (memiliki Rasa Hormat) meliputi, Hormati Tuhan Allah, hormati diri sendiri, toleransi terhadap perbedaan, berbicara dengan kata-kata yang baik bukan dengan kata-kata yang kasar, tidak menekan, memukul, atau menyakiti orang lain. Ketiga: Resposibility (Bertanggungjwab), kerjakan hal yang harus anda kerjakan, kerjakan hal yang dapat anda kerjakan dengan sebaik-baiknya, tekun tetap mencoba sampai berhasil, belajar menguasai diri, untuk mendisiplinkan diri kita sendiri, berpikirlah sebelum bertindak pikirkanlah akibatnya, bertanggungjawab atas pilihan kita,  Keempat: Faieness (adil) bermainlah sesuai dengan hokum atau peraturan yang ada, ambillah hakmu jangan mengambil hak orang lain, bersikaplah terbuka, dengar juga pendapat orang lain, jangan mengambil keuntungan dari kelemahan orang lain, jangan menyalakan orang lain karena kesalahan anda. Kelima: Citizenship (memiliki tanggungjawab social), ikut serta dalam layanan masyarakat, gunakan hak suara, jadikanlah tetangga yang baik, taat pada hokum dan peraturan,hormatilah penguasa anda,jagalah lingkungan anda.,  Keenam: Caring (peduli), ramah dan baik hati, memiliki belas kasihan dan tunjukan kepedulian anda, nyatakan rasa syukur anda, ampunilah orang lain, bantulah saat orang memerlukan bantuan tersebut.

  • Nilai Suatu Karakter
  • Karakter tulus menempati peringkat pertama sebagai karakter yang disukai oleh semua orang
  • Karakter setia, sudah menjadi barang langka dan sangat mahal harganya.
  • Karakter rendah hati, rendah hati berbeda dengan rendah diri menunjukan kelemahan, tapi rendah hati menunjukan kekuatan diri.
  • Karakter ceria, mempermudah seseorang untuk dapat merasakan kebahagian hidup, tidak semua orang punya ini.
  • Karakter Empaty, orang yang empaty bukan saja pendengar yang baik, dia bisa menempatkan diri pada posisi orang lain yang susah.
  • Karakter bertanggungjawab, merupakan karakter untuk melaksanakan tanggungjawab dengan sungguh-sungguh apabila melakukan kesalahan, ia berani mengakuinya.
  • Karakter Optimis, berusaha melihat segala sesuatu dari kaca mata positif bahkan dalam situsi yang buruk sekalipun, ia lebih suka membicarakan kebaikan daripada keburukan orang lain, ia lebih suka mencari solusi daripada frustrasi, lebih suka memuji daripada mengecam

            Jadi akhirnya saudara-saudara, semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuju, pikirkanlah semua itu (Filipi 4:8). Inilah karakter yang dituntut dari masyarakat dan teristimewa gereja Tuhan dimana Tuhan tempatkan kita untuk melayani kebun anggurnya Tuhan

Tuhan Memberkati, Bapa Dosen. Maaf dengan segala kekurangan saya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *