Studi Kasus Pastoral Atas Lima Kasus Pastoral Pada Pendeta
STUDI KASUS PASTORAL ATAS LIMA KASUS PASTORAL PADA PENDETA
PENULIS: YOHANIS NDAPAMURI, M.Th
KASUS PERTAMA:
Pendeta Berpolitik Praktis, namun Tetap Menggembalakan Jemaat
REALITA MASALAH:
Kasus ini terjadi di tempat pelayanan kami yang mana pendeta (sebut saja Markus) yang adalah seorang gembala jemaat. Beberapa waktu yang lalu yang bersangkutan berkeputusan terjun dalam politik praktis dengan menjadi calon Legislatif yang diusung oleh salah satu partapi besar di Indonesia (partai saudara seberang) yang tentunya sangat bertentangan dengan AD/ART GKII. Setelah pemilihan, yang bersangkutan berhasil terpilih menjadidan duduk sebagai anggota dewan. Menjadi anggota dewan tentunya membutuhkan alokasi waktu yang jauh lebih banyak yang akhirnya mengakibatkan pelayanan menjadi korban. Jemaat seringkali mengeluh, namun tidak dapat berbuat banyak dan hanya pasrah dengan kondisi yang ada. Pernah dalam sebuah rapat bersama Pengurus Daerah yang membawahi jemaat tempat yang bersangkutan melayani dan meminta yang bersangkutan untuk mundur, tetapi dengan keras yang bersangkutan menolak untuk mundur dan tetap menyatakan diri sebagai gembala jemaat hingga saat ini.
ANALISA MASALAH:
Mengapa Pdt. Markus (bukan nama sebenarnya) tetap bersihkeras menjadi gembala jemaat padahal secara kualitas pelayanan sudah sangat memprihatinkan?
Hasil analisa penulis:
- Untuk konteks daerah di mana kasus ini terjadi, status pendeta dan jabatan gembala adalah hal yang menjadikan seseorang memiliki pengaruh secara rohani sehingga menanggalkan status kependetaan dan jabatan gembala jemaat akan berpengaruh pada status sosial.
- Dalam konteks daerah di mana masalah ini terjadi, seorang pendeta lebih didengar nasehatnya daripada seorang kepala pemerintahan atau pejabat.
REFLEKSI TEOLOGIS:
- Pendeta adalah pribadi yang di panggil khusus oleh Yesus Kristus melalui pendidikan teologi dan di teguhkan secara khusus dalam jabatan pendeta untuk memikirkan dan mengembangkan teologi serta mempunyai kemampuan berpikir secara teologis dalam kehidupan kepemimpinan pelayanan gereja bersama-sama dengan pelayan khusus lainnya.
- Pada prinsipnya status kependetaan adalah yang berbasis jemaat.
- Pendeta sebagai pelayan khusus memperoleh jaminan hidup dari jemaat lokal yang dilayaninya dan sudah seharusnya mengabdikan diri penuh waktu.
RENCANA AKSI:
- AD/ART Sinode atau organisasi harus ditegakkan agar jemaat tidak mnejadi korban.
- Harus ada tindakan disiplin dari organisasi yang membawahi jemaat lokal yang digembalakan demi menjaga kualitas pelayanan dalam jemaat.
KASUS KEDUA:
Keluarga Pendeta: Kasus Anak Gadis pendeta yang hamil di luar nikah
REALITA MASALAH:
Sebut saja Bunga. Adalah anak gadis dari suami istri yang notabene adalah pendeta di daerah di mana penulis melayani. Disebabkan oleh pergaulan yang kurang sehat, maka si bunga hamil di luar nikah. Pada saat peristiwa itu terjadi, si bunga sedang dalamstatus mahasiswa di salah satu Perguruan Tinggi yang akhirnya harus berhenti kuliah karena sudah dalam kondisi hamil. Kedua orangtua yang adalah pendeta dan gembala jemaat di sebuah jemaat lokal sangat terpukul dengan situasi ini yang akhirnya sangat berdampak terhadap pelayanan mereka. Semangat melayani menjadi kendor, jemaat kurang mendapat perhatian, dan pelayanan mimbar yang kurang dipersiapkan dengan baik.
Salah satu staf dari jemaat di mana kedua suami-istri (orangtua si bunga) mengeluh kepada penulis bahwa gembala dan istri sering bertengkar dan tidak saling bicara satu sama lain. Jemaat menyadari kondisi yang kurang baik ini sehingga lambat-laun kuantitas jemaat berkurang dan nyaris mati.
Apakah tindakan organisasi yang membawahi gereja lokal ini?
- Terkesan adanya sikap pembiaran dan tidak melakukan pendampingan terhadap keluarga pendeta yang bermasalah ini.
- Keluarga pendeta dimaksud dibiarkan menyelesaikan masalah sendiri.
- Si bunga dan sang pacar tinggal serumah sebelum diteguhkan dalam pernikahan gereja, sampai si bunga melahirkan.
- Setelah si bunga melahirkan, sampai penulis menulis kasus ini belum pernah melihat langsung suami dari si bunga padahal setiap saat penulis bertemu bahkan berkunjung. Ada kemungkinan setelah diteguhkan, terjadi konflik internal yang mengakibatkan suami dari bunga tidak lagi tinggal bersama sebagai suami istri.
ANALISA MASALAH:
Mengapa bunga terlibat dalam pergaulan bebas yang akhirnya berujung pada hamil di luar nikah?
- Dalam pengamatan penulis, sejak kecil Bunga mendapatkan perlakuan istimewa dari ayahnya (dimanja), mungkin juga karena Bunga adalah anak gadis satu-satunya. Apa saja yang diminta si Bunga dipenuhi oleh ayahnya, termasuk fasilitas kendaraan, dari roda dua sampai kendaraan roda empat.
- Terjadi ketidakseimbangan dalam pola didik yang berlaku di dalam keluarga. Ayah memanjakan Bunga, dan ibu keras terhadap bunga yang berdampak pada sikap suka membantah ibunya.
- Si Bunga memiliki teman-teman pergaulan yang kurang mendukung dalam hal pertumbuhan rohaninya. Bunga mulai mengenal rokok dan minuman keras serta pergaulan malam. Sering pulang telat karena nongkrong bersama teman-temannya.
REFLEKSI TEOLOGIS:
- Ulangan 11:19: “Kamu harus mengajarkannya kepada anak-anakmu dengan membicarakannya, apabila engkau duduk di rumahmu dan apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun.”
Mengajarkan firman Tuhan kepada anak perlu dilakukan secara berulang-ulang, tidak bosan-bosan karena ini akan memudahkan anak untuk mengerti apa yang kita ajarkan. Di dalam mendidik anak seharusnya bukan hanya banyak bicara tetapi sebagai orang tua lebih banyak meneladani atau memberikan teladan kepada anak. Jadi seandainya kita mengajarkan firman Tuhan, orang tua harus melakukan terlebih dahulu dan memberikan contoh kepada anak dan ini akan lebih memudahkan dalam mengajarkan kepada anak.
- Anak pendeta tidak otomatis menjadi anak memiliki karakter rohani tanpa masuk dalam didikan yang intens dari kedua orangtua tentang nilai-nilai kekristenan sejati.
- Orangtua terlalu sibuk melayani sehingga kurang mempuyai waktu yang cukup untuk membangun komunikasi yang baik dengan anak-anak.
- Orangtua terlalu percaya terhadap anak tanpa melakukan pendampingan pada usia remaja sehingg mengakibatkan anak memilih teman bergaul yang tidak mendukungnya dalam pertumbuhan rohani.
RENCANA AKSI:
- Jika terjadi masalah seperti yang dialami Bunga, maka organisasi yang membawahi gereja yang digembalakan suami-istri (orangtua Bunga) harus melakukan tindakan displin dan pendampingan pastoral baik terhadap orangtua dan juga Bunga.
- Organisasi harus menangani pelayanan di jemaat yang digembalakan tersebut untuk sementara waktu sampai masalah Bunga diselesaikan sesuai aturan organisasi.
- Bunga dan suaminya membutuhkan pendampingan pastoral dari pengurus oraganisasi agar dapat membangun rumah tangga yang berkenan di hadapan Tuhan.
KASUS KETIGA:
Pendeta dan Tugas Pastoral “kurang melakukan tugas perkunjungan sebagai seorang gembala jemaat”
REALITA MASALAH:
Sebuat saja pendeta Amin, (bukan nama sebenarnya), pada tahun 1999 merintis jemaat di sebuah perumahan cukup elit di Bekasi Jawa Barat. Setelah dimandirikan oleh jemaat induk (pengutus), sesuai ketentuan AD/ART Jemaat Induk, maka otomatis dukungan finansial dari dihentikan, sementara kebutuhan keluarga meningkat. Akibat dari kondisi ini, yang bersangkutan bersama istri terpaksa mencari solusi lain. Istri kembali bekerja dan yang bersangkutan melayani serta menemani anak di rumah dan mengantar ke sekolah. Kondisi ini berdampak terhadap pelayanan. Pelayanan terabaikan oleh karena lebih banyak waktu mengurus anak daripada melayani. Dalam satu kali pertemuan, penulis bertanya tentang jadwal perkunjungan jemaat. Yang bersangkutan menjawab. Saya tidak berkunjung karena saya sudah melayani jemaat dengan firman Tuhan setiap minggunya bahkan dalam ibadah rumah tangga, jadi jemaat dong yang harus kunjungi gembalanya.
Singkat cerita, beberapa tahun kemudian yang bersangkutan mengambil keputusan mundur sebagai gembala jemaat bahkan dari organisasi karena berbagai macam persoalan yang muncul yang tidak dapat diatasinya.
ANALISA MASALAH:
Apa sesungguhnya yang menyebabkan pendeta Amin gagal dalam pelayanan pastoral?
- Tuntutan kebutuhan hidup keluarga. Tidak dapat dipungkiri bahwa kebutuhan keluarga menjadi hal utama dalam realita hidup.
- Prinsip tidak mau berkunjungan dengan alasan sudah melayani Firman Tuhan dalam ibadah raya dan ibadah rumah tangga, sehingga menuntut jemaat yang harus mengunjungi gembalanya, adalah prinsip yang tidak dapat diterima dan bertentangan dengan prinsip pelayanan pastoral yang notabenenya, gembala yang harus mengunjngi jemaat, bukan sebaliknya.
- Jemaat induk menghentikan dukungan finansial hanya karena jemaat dimaksud sudah dimandirikan, adalah tindakan kurang tepat karena faktanya gembala dan keluarganya mengalami kekurangan secara finansial sehingga terpaksa bekerja untuk menunjang kebutuhan keluarga.
REFLEKSI TEOLOGIS:
- Implikasi dari Mazmur 23:1-6 menunjukkan tanggung jawab seorang gembala dalam merawat dan menjaga kawanan domba gembalaannya, bukan sebaliknya mengeploitasi jemaat untuk menunjang penghidupan gembala dan keluarganya.
- Implikasi dari 1 Korintus 9:14 bahwa pemberita Injil dalam hal ini para gembala jemaat harus hidup dari pemberitaan Injil.
KASUS KEEMPAT:
Pendeta dan Organisasi: “Menikahkan kembali anggota jemaat yang bercerai hidup, dan tindakan tersebut bertentangan dengan aturan organisasi yang bersumber dari Alkitab”
REALITA MASALAH:
Seorang hamba Tuhan (Pendeta dan Gembala) di sebuah jemaat lokal yang besar di salah satu kota di tempat penulis melayani. Sebut saja Pdt.Galilea (bukan nama sebenarnya) yang menikahkan anggota jemaat yang kebetulan seorang yang memiliki pengaruh secara sosial, padahal faktanya anggota jemaat tersebut telah menceraikan istrinya (cerai hidup) dan menjalin hubungan dengan wanita lain yang kemudian dinikahinya.
Kasus di atas cukup berpengaruh terhadap pelayanan Pdt. Galilea dan juga terhadap kondisi sosial anggota jemaat tersebut. Mengalami banyak kritikan dan cemoohan dari pihak-pihak yang tidak bisa menerima pernikahan tersebut karena dianggap bertentangan dengan aturan organisasi yang bersumber dari Alkitab. Sebagai dampak dari peristiwa ini, pendeta Galilea secara sadar berhenti sementara dari pelayanan penggembalaan sebagai sikap mendisiplin diri sendiri sesuai ketentuan organisasi.
ANALISA MASALAH:
Apa yang menyebab pendeta Galilea melakukan pemberkatan nikah terhadap anggota jemaat yang cerai hidup dengan wanita lain? Bukankah hal itu disebut perzinahan?
- Ada kemungkinan karena anggota jemaat tersebut adalah seorang yang terdekat dan sangat menopang pelayanan.
- Adanya pertimbangan dari masalah yang menyebabkan anggota jemaat tersebut bercerai dari istrinya.Informasi yang penulis dapatkan bahwa istrilah yang meninggalkan suaminya.
REFLEKSI TEOLOGIS:
- Dalam Maleakhi 2:16a, Allah mengapatakan bahwa Dia membenci perceraian
- Menurut Alkitab, kehendak Allah terhadap pernikahan sebagai komitmen seumur hidup. “Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia” (Matius 19:6).
- Dalam Perjanjian Lama, Allah menetapkan beberapa hukum untuk melindungi hak-hak dari orang yang bercerai, khususnya bagi perempuan (Ulangan 24:1-4). Yesus menekankan bahwa hukum-hukum ini diberikan karena ketegaran hati manusia, bukan karena rencana Allah (Matius 19:8).
- Kontroversi mengenai apakah perceraian dan pernikahan kembali diizinkan oleh Alkitab mengacu pada kata-kata Yesus dalam Matius 5:32 dan 19:9. Frasa “kecuali karena zinah,” adalah satu-satunya alasan dalam Alkitab di mana Allah memberikan izin untuk perceraian dan pernikahan kembali.
- Banyak penafsir Alkitab yang memahami “klausul pengecualian” ini hanya merujuk pada “perzinahan” yang terjadi pada masa “pertunangan.” Dalam tradisi Yahudi, pria dan perempuan dianggap sudah menikah walaupun mereka masih “bertunangan.” Percabulan dalam masa “pertunangan” ini bisa menjadi satu-satunya alasan bagi seseorang untuk bercerai.
- Yesus mungkin bermaksud mengatakan bahwa perceraian diperbolehkan kalau terjadi perzinahan. Hubungan seksual merupakan bagian integral dari ikatan penikahan, “keduanya menjadi satu daging” (Kejadian 2:24; Matius 19:5; Efesus 5:31). Oleh sebab itu, memutuskan ikatan itu melalui hubungan seks di luar pernikahan dapat menjadi alasan untuk bercerai.
- Yesus juga menyorot tentang pernikahan kembali. Frasa “kawin dengan perempuan lain” (Matius 19:9) mengindikasikan bahwa perceraian dan pernikahan kembali diizinkan dalam kerangka klausa pengecualian.
- Pernikahan kembali hanya berlaku bagi pasangan yang tidak bersalah. Meskipun tidak disebutkan dalam ayat tersebut, izin untuk menikah kembali setelah perceraian adalah kemurahan Allah kepada pasangan yang tidak bersalah, bukan kepada pasangan yang berbuat zinah.
- 1 Korintus 7:15 sebagai “klausul pengecualian” lainnya, di mana pernikahan kembali diizinkan jika pasangan yang belum percaya menceraikan pasangan yang percaya. Namun demikian, konteks ayat ini tidak menyinggung soal pernikahan kembali dan hanya mengatakan bahwa orang-percaya tidak terikat dalam pernikahan kalau pasangan yang belum percaya mau bercerai.
- Ketika terjadi perzinahan, oleh anugerah Tuhan, pasangan yang dikhianati dapat mengampuni dan membangun kembali pernikahan mereka. Allah telah terlebih dahulu mengampuni banyak dosa-dosa kita. Kita tentu dapat mengikuti teladanNya dan mengampuni dosa perzinahan (Efesus 4:32).
- Namun, dalam banyak kasus, pasangan yang bersalah tidak bertobat dan terus hidup dalam percabulan. Di sinilah kemungkinanan Matius 19:9 dapat diterapkan.
- Namun, banyak yang terlalu cepat menikah kembali setelah bercerai, padahal Allah mungkin menghendaki mereka untuk tetap melajang. Kadang-kadang, Allah menetapkan seseorang melajang supaya perhatian mereka tidak terbagi-bagi(1 Korintus 7:32-35).
- Alkitab sangat jelas bahwa Allah membenci perceraian (Maleakhi 2:16), sehingga pengampunan dan rekonsiliasi seharusnya menjadi tanda-tanda kehidupan orang percaya (Lukas 11:4; Efesus 4:32).
RENCANA AKSI:
- Pasangan yang bercerai entah apapun permasalahan yang terjadi, harus tetap komitmen untuk tidak menikah lagi karena pernikahan kembali dengan pasangan yang berbeda adalah sebuah perzinahan.
- Organisasi atau denominasi harus dengan tegas membuat peraturan dengan mendasarinya dengan Firman Tuhan tentang boleh atau tidak menikah lagi setelah bercerai dengan pasangan yang berbeda.
- Gereja sebagai pelaksana upacara pernikahan tidak boleh melemah hanya karena pengaruh ekonomi atau status sosial dari anggota jemaat yang ingin menikah lagi setelah bercerai dengan istri atau suaminya.
KASUS KELIMA:
Pendeta dan Badan Pengurus Jemaat (BPJ)
“Memberhentikan Gembala Jemaat, saat Gembala Jemaat tersebut mempertanyakan keuangan Jemaat dalam Rapat”
REALITA MASALAH:
Pada tahun 2020 lalu, Pendeta YP yang melayani di salah satu gereja lokal di mana penulis melayani diberhentikan oleh salah satu BPJ yang berpengaruh (anggota jemaat mula-mula) karena gembala tersebut mempertanyakan keuangan jemaat yang dianggap kurang jelas pelaporannya.
Pemberhentian gembala jemaat yang tidak prosedural serta menyalahi ketentuan organisasi apalagi langsung menggantikannya dengan gembala yang baru yang juga tidak melalui mekanisme penempatan gembala sesuai aturan organisasi tentunya sangat mengejutkan dan tidak dapat diterima.Tetapi faktanya demikian. Hingga saat ini, gembala yang telah diberhentikan tersebut tidak memiliki pelayanan alias menganggur.
ANALISA MASALAH:
Apa sesungguhnya yang menyebabkan gembala tersebut diberhentikan oleh BPJ? Apakah BPJ memiliki kewenangan memberhentikan seorang gembala yang sesungguhnya ditempatkan oleh organisasi? Dimanakah peran organisasi dalam kasus ini?
- Penyebab yang muncul di permukaan karena Gembala mempertanyakan keuangan jemaat yang pelaporannya kurang atau tidak jelas.
- BPJ sebagai oraganisasi dalam jemaat lokal seharusnya tidak berhak memperhentikan gembala yang secara organisasi adalah Ketua BPJ.
- Organisasi yang membawahi jemaat ini menurut penulis lemah dalam menegakkan aturan organisasi sehingga kasus ini terjadi. Ada indikasi karena hubungan kekerabatan yang terbawa dalam urusan organisasi sehingga wibawa organisasi menjadi lemah.
REFLEKSI TEOLOGIS:
- Titus 1:5 memberikan implikasi bahwa gembala atau pemimpin jemaatlah yang menempatkan penatua atau diaken. Secara hirarki, Gembala yang seharusnya memilih tim kerja bagi dirinya dalam melakukan tugas penggembalaan dan tim kerja tidak dapat mengintervensi tugas gembala. Dalam organisasi GKII yang Prebiter-Sinodal, seharus Organisai dalam jemaat lokal adalah cerminan dari organisasi di atasnya: BPP, BPW dan BPD, artinya pemimpin terpilihlah yang merekrut tim kerja dalam pelayanan selama periode berjalan.
- Dari penjelasan di atas penulis menyimpulkan bahwa adalah sebuah kekeliruan yang dilakukan selama ini bahwa di organisasi lokal yaitu jemaat, memperlakukan pemungutan suara untuk memilih BPJ sehingga Ketua BPJ (Gembala Jemaat) tidak memiliki keluasan untuk memilih Tim kerja yang Solid bagi dirinya selama periode palayanan. Hal inilah yang memunculkan kasus gembala diberhentikan oleh BPJ karena ada sentimen yang bersifat pribadi dengan mengatasnamakan pelayanan.
RENCANA AKSI:
- Perlu memikirkan kembali sistem yang diterapkan selama ini dalam jemaat lokal yakni pemungutan suara untuk memilih BPJ, padahal ini bukan cara atau model GKII yang prebiter-sinodal.
- BPJ yang memberhentikan gembala jemaat tanpa melalui organisasi di atasnya sudah seharusnya mendapatkan sanksi organisasi (diperhentikan sebagai anggota BPJ).
- Organisasi tidak boleh lemah dalam menyelesaikan kasus-kasus organisasi hanya karena hubungan kekerabatan di dalam jemaat.
Baik – Ada upaya untuk menyelesaikan masalah pastoral. Ada beberapa kasus yang menjadi pergumulan gereja baik secara organisasi dan teologis. Kalau mau dipublik, bisa semua pakai samaran di kota x, nama y dan lain-lain. Gbu. Salam dalam kasihNya
95.
Silahkan tugas yang lain.