Tanggapan Lima Jurnal
TANGGAPAN LIMA JURNAL
Jurnal 1: Menggumuli Teologi yang Relevan Bagi Indonesia
(Daniel Susanto)
Jurnal 2: Pendampingan Pastoral Bagi Orang-Orang Sulit dalam Gereja (Agung Gunawan)
Jurnal 3: Model Pelayanan Penggembalaan Jemaat Multikultural di Jemaat GPIN Mahanaim Surabaya (Alun Suryantoro)
Jurnal 4: Pelayanan Kepemimpinan Penggembalaan Menurut Kisah Para Rasul 20:17-38 (Irwanto Sudibyo)
Jurnal 5: Teologi Penggembalaan Yehezkiel dalam Menghadapi Tantangan Kehidupan Jemaat
(Linda Zenita Simanjuntak, Samuel Abdi Hu, Lugimin Aziz)
Mata Kuliah: Teologi Pastoral
Dosen: Dr. Yunus Laukapitang
Mahasiswa: Aya Susanti
PROGRAM STUDI DOKTORAL
SEKOLAH TINGGI FILSAFAT JAFFRAY
MAKASSAR
2022
Jurnal 1
Menggumuli Teologi yang Relevan Bagi Indonesia (Daniel Susanto)
Tanggapan atas pemahaman mengenai teologi pastoral yang relevan di Indonesia adalah usaha yang penting. Teologi pastoral di Indonesia di masa lalu, seperti bidang-bidang studi teologi yang lain, awalnya berasal dari Barat. Teologi yang dibawa oleh para penginjil Barat pada waktu itu bernuansa pietisme. Para penginjil sangat mengutamakan usaha memenangkan jiwa-jiwa untuk Kristus, penanaman gereja-gereja, dan kesalehan jemaat.
Pada saat ini di Indonesia terdapat setidaknya tiga pandangan tentang teologi pastoral. Menyikapi tiga pandangan tentang teologi pastoral tersebut, pertama-tama harus kita katakan bahwa pandangan pertama, yang memfokuskan teologi pastoral pada pelayanan pendeta, kurang sesuai untuk Indonesia sebab pandangan ini hanya berorientasi pada jabatan. Teologi pastoral seharusnya memusatkan perhatiannya pada pelayanan pastoral yang dilakukan oleh semua anggota Gereja, baik pejabat maupun bukan pejabat gerejawi.
Pandangan kedua, yang menyatakan bahwa teologi pastoral merupakan bidang studi teologi praktis tentang teori dan praktik pelayanan serta konseling pastoral, patut mendapat perhatian bagi pengembangan pengertian tentang teologi pastoral yang relevan bagi Indonesia. Mengapa demikian? Pertama, dalam rangka meletakkan kedudukan teologi pastoral dalam pembagian teologi ke dalam cabang-cabangnya secara tradisional, teologi pastoral memang merupakan salah satu bidang studi atau cabangdari teologi yang mempelajari teori dan praktik pelayanan pastoral, yangdi dalamnya terdapat konseling pastoral. Sebagai salah satu cabang teologipraktika, teologi pastoral disebut sebagai poimenik. Kedua, pandanganini menyatakan bahwa pelayanan pastoral sebagai isi studi teologi pastoraldan tidak hanya konseling pastoral saja. Konseling pastoral memangdipelajari dalam teologi pastoral, tetapi studi teologi pastoral lebih luasdari pada pembicaraan tentang konseling pastoral. Ketiga, pandanganini tidak hanya menekankan teori, tetapi juga praktik pelayanan pastoral.Pandangan ketiga, yang memandang teologi pastoral sebagai salahsatu bentuk refleksi teologi pastoral kontekstual, juga harus kita perha-tikan. Pandangan ini memperluas teologi pastoral dari bidang studi men-jadi suatu perspektif teologi yang berangkat dari pengalaman pastoral dan yang bersifat kontekstual. Dengan pandangan yang ketiga ini, di samping membicarakan tentang teori dan praktik pelayanan pastoral, teologi pastoral juga bertugas merefleksikan secara teologis kontekstual pengalaman pelayanan pastoral dan pengalaman-pengalaman lain yang menantang tanggapan pastoral. Refleksi ini akan membantu pelayanan pastoral dan mewarnai bagaimana pelayanan pastoral nanti dilaksanakan.Teologi pastoral biasanya berangkat dari pengalaman pastoral. Pengalaman pastoral di Indonesia tentu tidak sama dengan pengalaman pastoral yang ada di Barat. Begitu juga dengan kondisi dan persoalan yang ada di Indonesia.
Jurnal 2:
Pendampingan Pastoral Bagi Orang-Orang Sulit dalam Gereja (Agung Gunawan)
Di dalam penggembalaan perlu memiliki tips atau cara untuk menghadapi orang-orang sulit. Gereja perlu memberikan perhatian kepada mereka karena mereka adalah domba-domba Allah yang perlu dilayani. Ibaratnya mereka bagaikan domba-domba yang hilang dan tersesat yang perlu dicari dan diberi perhatian secara khusus agar mereka kembali ke jalan yang benar. Gereja perlu menggembalakan mereka yang sulit dengan kasih dan teladan dari Tuhan Yesus. Dengan penggembalaan yang tepat dan penuh kesabaran pribadi yang sulit dapat berubah menjadi pribadi-pribadi yang menyenangkan di gereja. Pengejahwantahan dari dari kasih gembala gereja bagi jemaatnya ialah memberikan pelayanan pendampingan pastoral. Ada beberapa prinsip penting yang perlu diperhatikan oleh gereja dalam melakukan pendampingan pastoral bagi orang-orang sulit di gereja.
a. Siap dan Menerima Mereka
Gembala jemaat yang memberikan pelayanan pendampingan pastoral bagi orang-orang sulit di gereja harus siap untuk bertemu dan menghadapi mereka. Predikat bahwa jemaat adalah orang-orang kudus selayaknya tidak membuat kita beranggapan tidak ada orang sulit di gereja. Jika kita menganggap tidak ada orang sulit di gereja, kita akan terkejut dan panik karena tidak siap untuk bertemu dengan orang-orang yang sulit di gereja. Hal bisa membuat gembala jemaat merasa kecewa dan tidak nyaman melayani di gereja. Akibatnya, gembala jemaat akan mengambil keputusan untuk meninggalkan pelayanan yang dipercayakan Tuhan. Oleh sebab itu, kita harus siap dan mengatisipasi untuk bertemu dengan orang-orang sulit di gereja. Apabila kita sudah mempersiapkan diri untuk bertemu dan menghadapi mereka di gereja, maka kita tidak akan panik dan tertekan sehingga pelayanan kita tidak terganggu. Ketika kita panik dan tertekan, kita akan mengalami kesulitan melayani mereka. Sebaliknya, kita akan lebih mudah melayani orang-orang sulit di gereja apabila kita tenang ketika berhadapan dengan mereka. Ketika berhadapan dengan orang-orang yang sulit di gereja kita harus terlebih dahulu belajar menerima realitas mereka. Kita jangan terlalu cepat untuk mencoba mengubah orang sulit yang kita hadapi. Hal ini akan membuat mereka marah dan mempertahankan diri. Kondisi ini akan memperburuk keadaan serta membuat kita lebih sulit untuk menghadapi dan menolong mereka. Kebanyakan orang-orang sulit mengalami banyak penolakan, baik dalam
keluarga maupun ditengah masyarakat di mana mereka tinggal. Oleh sebab itu, orang-orang yang sulit di dalam gereja membutuhkan penerimaan bukan penolakan dari orang-orang dalam gereja, terutama gembala-gembala jemaat. Ketika kita menerima keberadaan mereka, mereka akan lebih membuka diri untuk menerima masukan yang positif diberikan kepada mereka. Dengan demikian maka akan lebih mudah bagi kita untuk menolong dan mengubah orang-orang sulit di gereja. Dalam pendampingan pastoral bagi orang-orang sulit di gereja, kita perlu
siap menghadapi orang-orang yang sulit agar kita tidak terkejut dan kehilangan ketenangan ketika menghadapi mereka. Dalam pelayanan pastoral kita juga harus bersedia menerima keberadaan mereka sebagai pribadi bermasalah yang perlu ditolong. Apabila kita sebagai gembala jemaat menerima mereka seutuhnya ketika melakukan pelayanan pendampingan pastoral bagi orang-orang yang sulit di gereja, dampaknya sangat besar bagi pemulihan mereka
b. Menyadari Kekuatan dan Kelemahan Mereka
Dengan menyadari bahwa di dalam dunia ini tidak ada manusia yang sempurna. Di dalam diri seseorang pasti ada kekurangan dan ada kelebihan, ada kelemahan dan ada kekuatan, ada sisi negatif tetapi juga ada sisi positif. Oleh sebab itu, dalam pelayanan pendampingan
pastoral bagi orang-orang sulit di gereja, kita sebagai gembala jemaat harus terlebih dahulu mencoba untuk mencari sisi positif dalam diri orang yang sulit yang kita temui karena setiap orang memiliki sisi baik yang adalah kekuatannya. Tatkala kita menemukan hal-hal yang positif, kelebihan dan kekuatan yang dimiliki oleh orang-orang yang sulit dan menyampaikannya kepada mereka, maka orang-orang sulit tersebut akan merasa diterima dan dihargai. Perasaan diterima dan dihargai yang mungkin tidak mereka dapatkan dari orang lain sangat dibutuhkan oleh orang-orang sulit. Seorang gembala jemaat harus bisa menemukan hal-hal yang positif dalam diri orang-orang yang sulit dan mengkomunikasikannya kepada mereka. Ketika diberitahu kelebihan dan kekuatan yang mereka miliki, mereka akan merasa dihargai. Hal ini akan memudahkan terciptanya relasi antar pribadi yang sehat dan kondusif antara gembala dan domba-dombanya. Relasi yang sehat dan kondusif ini akan menciptakan banyak peluang bagi seorang gembala jemaat untuk dapat menanamkan nilai-nilai kebenaran kepada orang-orang sulit di gereja. Dengan demikian maka lambat laun orang-orang sulit akan mudah untuk ditolong menjadi pribadi yang berbeda. Sebagai wujud kita memberi nilai positif terhadap kekuatan yang dimiliki orang-orang sulit, maka kita harus menunjukkan sikap memberi dukungan kepada mereka. Menghadapi orang yang sulit, kita perlu terlebih dahulu mendukung mereka dengan mengatakan sesuatu yang baik terhadap apa yang dikatakan atau
apa yang dilakukan sebelum kita memberi nasihat atau masukan kepada mereka. Dalam pelayanan pendampingan pastoral, melihat sisi yang positif dalam diri orang-orang sulit adalah suatu keharusan dan penting. Namun demikian, kita tetap harus ingat bahwa mereka tetap memiliki sisi negatif. Kita harus menyadari dan berhati-hati bahwa kita sedang menghadapi orang yang sulit. Ini juga adalah bagian dari menerima mereka apa adanya. Ketika kita hanya fokus pada sisi positif dan mengabaikan sisi negatif atau hanya memperhatikan kekuatan tetapi melupakan kelemahan mereka, kita akan kehilangan fokus utama tujuan kita melakukan pelayanan pendampingan pastoral adalah untuk menolong mereka menjadi pribadi yang berbeda sehingga tidak lagi menjadi orang-orang sulit di gereja. Dengan menyadari bahwa orang yang kita hadapi adalah orang-orang yang sulit, maka akan membuat kita selalu berhati-hati agar tidak terlena dan akhirnya melupakan “bahaya” yang bisa ditimbulkan oleh orang tersebut. Jika kita terlena, pelayanan pendampingan pastoral yang kita lakukan akan gagal sehingga kita akan mengalami kesulitan untuk menolong orang yang sulit tersebut. Kita harus tetap tenang ketika berhadapan dengan orang-orang sulit. Pada waktu kita diserang oleh mereka, sebagai manusia kita akan cenderung bersikap defensif. Kita boleh mempertahankan diri tetapi harus tetap tenang. Kita harus dapat mengontrol emosi kita. Ketika merespon serangan mereka, kita harus dapat menjaga ucapan supaya tidak semakin menyulut emosi mereka dan memperbesar masalah sehingga semakin sulit untuk dikendalikan. Firman Tuhan mengatakan “Jawaban yang lemah lembut meredakan kegeraman, tetapi perkataan yang pedas
membangkitkan marah”15. Kita harus mengeluarkan perkataan yang menyejukkan sehingga kita dapat menguasai keadaan. Sebagai gembala bagi domba-domba yang sulit, seorang hamba Tuhan harus memiliki penguasaan diri yang merupakan salah satu dari buah roh Kudus. Penguasaan diri sangat penting untuk menghadapi orang-orang sulit. Ketenangan kita berpengaruh pada emosi mereka. Emosi mereka yang meledak-ledak akan menurun sehingga menjadi lebih tenang karena kita tenang. Dengan terciptanya emosi yang stabil akan membuat mereka lebih mudah menerima masukan yang kita berikan. Sebagai manusia, seorang gembala jemaat seringkali bisa kecewa, kesal, serta jengkel kepada domba-domba yang nakal. Ini adalah bagian dari keangkuhan diri manusia. Dalam melakukan pelayanan pendampingan pastoral bagi orang-orang sulit di gereja, kita sebagai Hamba Tuhan harus membuang keangkuhan kita. Ketika kita berhadapan dengan orang-orang sulit, kita harus menunjukkan kelemah-lembutan kepada mereka. Sikap demikian akan membuat mereka akan merasa “malu” akan dirinya. Dengan demikian kita akan lebih menolong mereka untuk berubah.
Jurnal 3:
Model Pelayanan Penggembalaan Jemaat Multikultural di Jemaat GPIN Mahanaim Surabaya (Alun Suryantoro)
Tanggapan atas artikel mengenai jemaat multikultural adalah penting mengingat lokus jemaat yang berdiri atas keberagaman bangsa, suku, kaum dan bahasa. Di dalam keberbedaan ini sering disebut sebagai (recognized). Ini menandakan bahwa kepemimpinan itu dalam suatu ibadah dalam masyarakat dapat dikatakan suatu kekayaan, keanekaragaman dan penjangkauan jiwa yang tidak membatasi diri pada suatu kelompok etnis atau anggota tertentu saja. Maka jemaat multikultural adalah jemaat yang menerima serta mengakui kehadiran suatu kelompok atau orang lain dengan segala perbedaan yang dibawanya, menghormati perbedaan-perbedaan itu dan menjadikan suatu ruang dimana di dalamnya terdapat suatu interaksi yang sehat serta dapat menerima suatu perbedaan dari suatu kelompok. Penggembalaan yang dilakukan pada jemaat multikultural adalah suatu hal yang harus diperhatikan kalau kita melihat dalam Alkitab bahwa terdapat suatu sistem penggembalaan yang digambarkan atau di tuliskan oleh raja Daud dalam Perjanjian Lama tepatnya di Mazmur 23 :1-6, dimana Daud menggambarkan bagaimana Tuhan adalah sosok gembala yang sangat amat baik bagi kita semua dan gembala yang baik mengetahui apa yang dibutuhkan dombanya, memberikan rasa aman dan juga nyaman kepada domba-dombanya. Selain
memberikan rasa aman kepada para kawanan dombanya maka seorang gembala juga
harus tau dan peka apa saja yang dibutuhkan oleh domba-dombanya maka dalam hal ini
Tuhan memang pada dasarnya mengetaui apa yang diperlukan oleh domba-dombanya
bukan hanya secara jasmani saja tetapi juga secara rohani. Yang saat ini mungkin dapat
dilakukan oleh seorang gembala adalah mungkin hanya bisa memenuhi kebutuhan
rohaninya saja akan tetapi jikalau ada domba yang memerlukan kebutuhan secara jasmani maka gembala juga harus memberikanya jikalau itu gembala itu dirasa sanggup untuk memenuhinya. Selain dari pada itu terdapat juga dalam Perjanjian Baru yaitu di dalam 1 Petrus 5:1-6 dalam ayat ini menjelaskan bagaimana kita harus menggembalakan kawanan domba Allah, atau bisa di sebut juga menggembalakan jemaat Tuhan. Dan yang harus kita perhatikan adalah bawasanya dalam kita menggembalakan janganlah kita menggembalakan mereka dengan paksaan, tetapi haruslah dengan sukarela karena itu yang Allah kehendaki. Bukan hanya berhenti di situ saja dikatakan dalam ayat yang selanjutnya bahwa gembala saat menggembakalan janganlah mau mencari keuntungan dari apa yang dia lakukan tetapi juga tetap menjadi teladan bagi jemaat yang saat ini. Tuhan percayakan kepada kita para hamba Tuhan dan jika kita dapat menjadi teladan pasti jemaat akan mengikuti apa yang sudah kita contohkan tetapi jangan mengharapkan jemaat itu akan baik jika kita tidak memberi contoh yang baik juga, jadi bukan hanya tindakan tetapi ada sesuatu hal yang nampak yang harus kita berikan kepada jemaat. Dan untuk menyikapi itu semua kita harus meneladani Kristus sendiri yang adalah gembala yang agung, dimana Yesus memberikan teladan dalam penggembalaan maka kita juga harus melaksanakan tugas yang telah Allah berikan kepada kita sesuai dengan petunjuk dan juga ketetapan dari Allah sendiri.
Kondisi Jemaat Multikultural di GPIN Mahanaim Surabaya
Menurut penulis artikel kondisi jemaat Tuhan yang ada di GPIN Mahanaim Surabaya saat ini maka kita akan melihat bagaimana susahnya kita untuk menjangkau jemaat yang jarak tempunya cukup jauh untuk kita jangkau atau pun banyak dari antara
jemaat yang sungkan atau sangat susah untuk ke gereja dikarenakan pekerjaan dan laun
sebagainya. Apalagi jemaat yang berbeda-beda kebudayaan dan juga sudut pandng yang
berbeda. Jemaat Tuhan secara khusus di GPIN Mahanai Surabaya sangat mengawatirkan
apa lagi dalam masa-masa pandemi seperti ini, yang membuat jemaat hanya diam di rumah saja dan tidak diperbolehkan untuk berkumpul dalam jumlah yang banyak sehingga dalam beribadah pun sangat sulit untuk dilakukan. Dan dalam masa-masa pandemi seperti ini gereja dituntut untuk kreatif dalam menjangkau jemaat yang ada. Kita perlu berfikir dua atau tiga kali untuk memikirkan masalah ini, jika kita lihat bersama pada waktu pandemi belum melanda Indonesia banyak juga jemaat yang malas-
malasan untuk kegereja. Apa lagi dalam masa pandemi ini semua jemaat di himbau untuk
beribadah di rumah bagi mereka yang berfikir dangkal suatu keuntungan, karena mereka
masih dapat menggunakan waktu yang mereka miliki untuk hal-hal yang lain, mungkin seperti berjualan dan lain sebagainya. Akan tetapi bagi mereka yang menganggap bahwa
kita perlu ke gereja pasti mereka sangat merindukan beribadah bersama di gereja. Maka
dalam masa-masa ini peran gembala sangatlah dibutuhkan secara khusus dalam menjangkau jemaat dalam masa pandemi ini. Robert Cowles mengatakan jikalau seorang
gembala bahwa dia sungguh-sungguh bukan yang memilih jabatanya, melainkan dia dipilih untuk jabatannya. Artinya adalah bahwa seorang gembala yang benar menjadi seorang gembala bukan karena ia memilih jabatanya itu tetapi karena ia taat pada panggilan yang ilahi. Oleh sebab itu dalam hal ini gembala dituntut untuk taat mengembalakan meskipun di tengah-tengah situasi yang sulit saat ini. Dan sejak munculnya pandemi ini secara khusus GPIN Mahanaim Surabaya sudah menyiapkan beberapa hal untuk dapat menjangkau jemaat baik itu orang dewasa dan juga anak-anak.
Dimana gereja sudah melakukan ibadah-ibadah online di berbagai sector. Dalam hal ini
gereja sangat memperhatikan kebutuhan jemaat di masa-masa pandemi ini. Bahkan sudah dilakukan program live streaming sehingga memudahkan jemaat untuk beribadah di rumah. Tentunya dalam hal ini jemaat di GPIN Mahanaim Surabaya sudah gampang untuk mengakses atau melakukan ibadah walaupun hanya dilakukan di rumah saja. Memang pada dasarnya pandemi yang kita alami saat ini sangat membuat kita susah secara khusus dalam beribadah dan juga berinteraksi dengan sesama.
Faktor Pendukung dalam Penggembalaan Jemaat Multikultural GPIN Mahanaim
Surabaya
Hasil pengamatan tentang peran gereja atau gembala dalam penggembalaan adalah hal yang sangat dibutuhkan bagi setiap warga gereja atau jemaat GPIN Mahanaim Surabaya, lantas bagaimana gereja dapat melakukan pelayanan penggembalaan atau bagaimana peran gembala dalam menggembalakan jemaat atau dalam tanda kutip melayani jemaat yang beranekaragam suku dan budaya. Maka tidak akan cukup jika kita melakukan pendekatan saja. Karenanya perlu hal yang lebih signifikan untuk melayani jemaat dengan segala perbedaan mereka. Masalahnya yang terjadi saat ini adalah tidak bisa kita melakukan pendekatan seperi apa yang kita ingini, misalkan kita sebagai gembala yang adalah orang jawa mendekati jemaat yang bersuku Timor pastinya tidak bisa kita gunakan seperti pendekatan kepada orang Manado, melainkan kita harus bersikap layaknya orang Timor. Sehingga akan muncul dalam paradikma mereka bahwa hamba Tuhan bisa masuk ke berbagai golongan suku apa saja dan hamba Tuhan bersifat netral. Bahkan ada juga problem jemaat yang menganggap bahwa hamba Tuhan tidak pernah mengunjungi jemaatnya ini lah problem yang saat ini terjadi dalam gereja. Karena pada dasarnya gembala dituntut untuk melibatkan kehidupan pribadinya dengan kehidupan jemaatnya. Itu berarti bahwa hamba Tuhan wajib untuk mengunjungi anggota jemaatnya, supaya saling dapat mengenal jemaatnya, dan tahu apa pergumulan yang saat ini sedang di hadapi serta hamba Tuhan dapat melayaninya dengan tepat. Lantas bagaimana dengan situasi seperti ini maka hamba Tuhan atau gembala dituntut untuk mrnjangkau melalui media masa seperti lewat WA atau Facebook. Contoh untuk menanyakan kabar dan mendoakan. Maka media sangat mendukung hamba Tuhan untuk menjangkau setiap jemaatnya. Bahkan dalam ibadah yang sedang dilakukan oleh GPIN Mahanami Surabaya saat ini yang online dan belum diperkenankan untuk tatap muka maka diadakan program live streaming yang berguna untuk memenuhi kebutuhan jemaat.
Faktor Penghambat Yang Harus Dihadapi Gembala Dalam Pelayanan Mltikultural
GPIN Mahanaim Surabaya.
Penulis artikel ini memandang seorang hamba Tuhan memerlukan sikap yang tepat untuk menghadapi jemaat yang multikultur, maka ada beberapa hal yang harus dan mau tidak mau harus dihadapi oleh hamba Tuhan. Kalau kita perhatikan secara bersama-sama banyak dari antara hamba-hamba Tuhan atau pun pemimpin Kristen saat sekarang ini yang meninggalkan sebuah pelayanan di suatu gereja dikarenakan mengalami keletihan emosional dan menderita penyakit akibat stress dan juga kekecewaan baik itu kepada jemaat, bahkan pada rekan sekerja. Oleh sebab itu hamba Tuhan harus mengambil sikap yang benar dalam menyikapi setiap permasalahan yang dihadapinya. Dan hal yang pertama adalah masalah kesalahpahaman yang kecil, tetapi jika tidak diselesaikan akan menjadi besar. Dalam hal ini komunikasi adalah faktor yang penting
dalam sebuah kehidupan apalagi dalam lingkungan sosial. Pastinya juga dengan komunikasi akan memudahkan kita untuk menghadapi setiap konflik-konflik yang sedang terjadi. Namun begitu juga sebaliknya jikalau kita tidak memiliki komunikasi yang baik pastinya itu akan menuju kepada berbagai konfik yang dapat terjadi. Hal yang mungkin terjadi dan kita anggap remeh seperti “miss komunikasi” jika tidak kita selesaikan pastinya akan menjadi masalah yang besar dan cenderung akan membuat jemaat atau rekan sekerja merasa kecewa. Dalam hal ini jemaat GPIN Mahanaim Surabaya juga terkadang menglami hal tersebut adanya kesalahpahaman antara jemaat atau pun dengan rekan sekerja dalam pelayanan. Maka hamba Tuhan harus jeli dan cakap untuk
menyelesaikan masalah ini. Karena jika hal ini terus dibiarkan begitu saja maka akan terjadi masalah, masih untung jika kita memiliki jemaat yang langsung berbicara jika ada
masalah yang kita buat dan langsung menegur kita itu akan lebih baik sehingga kita akan
memperbaikinya tetapi bagaimana jika ada jemaat yang hanya memendam rasa sakit hati
baik itu kepada hamba Tuhan atau pada rekan pelayanan tentu mereka yang bermasalah
ini akan menjauhkan diri dari persekutuan dan banyak saja alasan untuk tidak ikut dalam
segala persekutuan dan banyak mencari-cari alasan. Maka sosok gembala perlu berkerja
keras untuk memberi pengertian kepada jemaat yang seperti ini.
Jurnal 4:
Pelayanan Kepemimpinan Penggembalaan Menurut Kisah Para Rasul 20:17-38 (Irwanto Sudibyo)
Tanggapan atas penulis artikel ini adalah memiliki skala penilaian yang sangat proporsional karena memakai kata “integrity” (integritas) untuk melihat aspek moral seorang pribadi. Artinya adalah “moral soundness, probity atau moral yang dapat diandalkan dan kejujuran. Integritas juga dapat diartikan “the quality or state of being unimpaired” yang berarti kualitas atau kondisi pribadi yang teguh dan tidak lemah. Dengan demikian ketika bicara tentang panggilan pelayanan penggembalaan dengan integritas yang tinggi, itu dapat diartikan sebagai seorang pelayan penggembalaan adalah seorang yang memiliki keutuhan, kelengkapan, kesempurnaan, kebulatan, kemurnian, kesegaran, kesehatan, kelurusan hati, sifat tidak mencari kepentingan sendiri, kejujuran, kebaikan, kesalehan, kesucian, kemurnian, terpercaya. Jonathan Lamb, dalam bukunya Integrity, Leading with God Watching, memberikan arti tentang Integritas sebagai suatu kehidupan yang utuh ( integrated ). Kehidupan dimana terdapat koherensi (nirpertentangan) antara berbagai aspek kehidupan seseorang. Sistem nilai yang dimiliki oleh mereka yang berintegritas akan membentuk setiap bagian kehidupan mereka, baik secara pribadi maupun publik. Ada kesatuan antara personalitas dan cara hidup. Rasul Paulus dalam hidupnya sebagai personal sangat pasti memiliki integritas yang tinggi. Demikian juga dalam pelayanannya dalam komunitas pelayanan penggembalaannya pasti juga memiliki integritas yang tinggi. Apa yang dilakukan Rasul Paulus dalam pelayanan penggembalaannya ini sehingga dia bisa mengerjakan tugas dan tanggung-jawabnya dengan integritas yang tinggi?
Menyelesaikan pekerjaannya dengan tuntas
Tuntas berarti selesai. Ketika Tuhan Yesus menyelesaikan mandat Bapa untuk menyelamatkan manusia yang berdosa, Tuhan Yesus berkata “Sudah Selesai”. Tidak mudah Tuhan Yesus menyelesaikan misi BapaNya, banyak pergumulan yang berat. Yohanes 19:30 mengatakan “sesudah Yesus meminum anggur asam itu, berkatalah Ia: “sudah selesai” Lalu ia menundukkan kepala-Nya dan menyerahkan nyawa-Nya. Ayat ini memberikan pengajaran bagi kepemimpinan yang memimpin dalam pelayanan penggembalaannya bahwa setiap tugas memang harus diselesaikan sampai selesai, sampai tuntas, sampai tidak ada satupun yang terlewatkan dan selesai. Integritas pelayanan penggembalaan dalam pelayanan Rasul Paulus adalah tetap melayani sampai garis akhir. Tantangan dan ancaman yang bisa merenggut nyawa nya sekalipun Rasul Paulus mengatakan aku harus dapat mencapai garis akhir. Ini menggambarkan bahwa pelayanan penggembalaannya adalah amanat yang harus dikerjakan dengan maksimal dan harus diselesaikan sampai tuntas, sampai benar-benar terlaksana. Tidak mudah memang untuk menyelesaikan tugas pelayanan dengan baik, apalagi persoalan yang dihadapi Paulus menyangkut masalah nyawa. Namun, seorang yang melayani Tuhan adalah seorang yang siap berjuang sampai akhir. Hal ini lah yang juga disampaikan kepada anak rohaninya Timotius untuk bisa menyelesaikan tugas pelayanannya sampai akhir. Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir dan aku telah memelihara iman (2 Timotius 4:7). Penting bagi seorang yang hidup dalam pelayanan penggembalaan, bahwa dirinya diberi mandat oleh Tuhan untuk mengerjakan tugas panggilannya sampai selesai, sampai tuntas.
Melakukan keadilan dalam pelayanan penggembalaan
Salah satu tugas pemimpin dalam pelayanan penggembalaan yang paling sulit adalah
membagi perhatian dengan adil kepada semua jemaat, terutama di kota-kota besar. Pelayanan penggembalaan dengan semua bisa diperhatikan memang sulit. Mesach Krisetya mengatakan “mengikuti perjalanan kehidupan orang-orang miskin di pemukiman kumuh, mengunjungi orang sakit di tempat tidur, orang yang emosional dalam ketertutupan mereka, orang yang minum-minuman keras pada waktu mereka sedang mabuk hebat, orang yang bersedih hati karena ditinggalkan oleh orang yang dikasihinya, namun demikian seorang pemimpin dalam pelayanan penggembalaan harus mengerjakan tugasnya untuk memperhatikan mereka. Tetapi maslaahnya adalah bukan hanya sekedar pemerhatian kepada jemaat yang sedang menghadapi berbagai-bagai persoalan hidup. Integritas pelayanan penggembalaan Rasul Paulus dibuktikan melalui pelayanan kunjungan yang tidak pilih kasih. Keadilan yang dilakukan Paulus bukan hanya bertujuan untuk membangun relasi yang baik dengan umat gembalaannya saja, tetapi Rasul Paulus melakukan tugas pelayanan kunjungan dengan maksud memberikan pesan untuk
dikerjakan sebagai seorang yang mau memberitakan Injil Kristus. Kunjungan menjadi penting karena dalam perkunjungan yang adil akan membawa kepada jemaat semakin tangguh dalam menghadapi permasalahan bahkan tetap bertanggungjawab dalam kehidupan jemaat untuk saling memperhatikan. Selama pelayanan sebagai seorang gembala terkadang pelayanan penggembalaan hanya didasarkan kepada kebutuhan orang yang dikunjunginya. Jika mereka sakit, perlu dikunjungi, jika mereka sedang lemah iman, perlu dikunjungi untuk dikuatkan, jika mereka perlu pendampingan karena permasalahan hidup,barulah dikunjungi. Tetapi pelayanan
penggembalaan dalam keadilan ini adalah semua jemaat merasakan kunjungan Rasul Paulus bukan hanya pada saat dibutuhkan tetapi Rasul Paulus tetap mengunjungi untuk menyampaikan pesan bahwa mereka memiliki amanah yang sama yaitu bagaimana semua jemaat berani untiuk menjadi saksi-saksi Kristus melalui pembertaan kabar baik.
Menjalankan tugasnya dengan bersih
Pelayanan penggembalaan adalah pelayanan yang dipertanggung-jawabkan kepada Tuhan. Dalam tugas dan tanggungjawabnya, dibutuhkan pelayanan yang benar-benar bersih. Itulah salah satu hal yang harus dilakukan dalam pelayanan penggembalaan adalah memiliki kehidupan yang benar di hadapan Tuhan.28 Ketika seseorang memiliki kehidupan yang benar di hadapan Tuhan, maka apapun tugas dan tanggung-jawabnya tidak akan pernah dilakukan dengan semaunya tetapi segala tugas akan dilakukannya dengan baik, benar, bersih, tidak bercacat cela. Tidak semua orang yang melayani dalam pelayanan penggembalaan bisa bertanggung-jawab dengan tugasnya dengan baik. Selama saya melayani sebagai seorang pendeta yang hampir kurang 30 tahun dalam pengamatan saya, ada saja-persoalan-persoalan yang dihadapi oleh seorang pendeta yang pada titik akhirnya tidak dapat menyelesaikan dengan
baik. Bahkan, ada juga pendeta yang memulai pelayanan penggembalaan dengan sangat baik, namun diakhir pelayanannya justru menjadi titik balik dari semua pelayanannya yang berakhir dengan tidak baik. Rasul Paulus memberikan kesaksian tentang pelayanan penggembalaannya dengan tanggung jawab dan kompetensi yang tinggi. Dalam integritasnya sebagai seorang pemimpin, Rasul Paulus menyaksikan bahwa apa yang dilakukan selama pelayanannya dan berani berkata bersih, tidak bercacat cela, tidak ada kebersalahan sedikitpun terhadap pelayanan yang dilakukannya bahkan terhadap orang-orang yang akan binasa, Rasul Paulus tetap menyampaikan berita Injil dengan baik dan benar. Ada seorang pemimpin ibadah yang melayani bersama-sama dalam sebuah gereja bersama dengan 5 pendeta. Setiap pendeta mempunyai gayanya masing-masing, dari yang kurang melibatkan diri sampai kepada yang kurang melibatkan diri. Ada yang membuat persiapan berminggu-minggu untuk pelayanannya, tetapi ada juga yang melakukan persiapannya di hari minggu sebelum pelayanannya. Ada pendeta yang suka mengkritisi, tetapi ada juga pendeta yang cuek-cuek saja dengan apa yang dilakukannya. Kesadaran diri untuk berintegritas itu menjadi penting dalam pelayanan penggembalaan. Dalam pelayanan penggembalaan seseorang akan dilihat oleh banyak orang. Apa yang ada di dalam diri seorang pemimpin baik itu baik ataupun tidak baik tetap menjadi sorotan banyak orang. Itulah sebabnya, untuk memiliki kompetensi dalam pelayanan penggembalaan dibutuhkan integritas yang tinggi di mana di dalamnya baik itu dilihat atau tidak di lihat orang seorang pemimp0in tetap akan mengerjakan tugasnya dengan bersih, tiada cela dan tiada salah terhadap tugas atau terhadap siapapun juga.
Senantiasa berjuang memberitakan Injil Kristus
Pemimpin seharusnya menjadikan hidupnya dalam perjuangan untuk menyelesaikan
misi Allah. Tugas utama pemimpin dalam pelayanan penggembalaan adalah berjuang bagaimana berita Injil tersampaikan. Memang dalam sebuah ibadah, seorang pendeta akan
menyampaikian berita Injil melalui khotbah. Sesungguhnya bukan hanya sekedar berkhotbah tetapi bagaimana hidupnya menjadi khotbah yang hidup. Artinya bahwa dalam pelayanan pemberitaan Firman, seorang pelayan Tuhan akan menghidupi hidupnya dengan berita Injil.
Rasul Paulus tahu apa yang menjadi tujuan hidupnya. Ketika dia ditangkap oleh Tuhan, dia menjadi seorang yang berubah dan siap sedia dengan perubahan hidup yang mencerminkan Kristus itu membuat dirinya siap untuk memberitakan Injil. Ketika rasul Paulus menyampaikan sebuah penegasan dalam hidupnya ini, dia ingin menegaskan pula bahwa hidupnya itulah yang harus juga menjadi hidup seorang pemimpin pelayanan penggembalaan. Aku tidak lalai memberitakan seluruh maksud Allah kepadamu. Artinya Rasul Paulus tidak pernah lupa kepada siapapun memberitakan berita Injil kepada semua orang dan tidak ada yang disembunyikan. Seorang Penulis buku bernama Andrew W. Blackwood mengatakan bahwa seorang gembala harus berani, seperti seorang pendeta tentara di medan perang. Keberanian itu tidak sama dengan menjadi jagoan. Atau dengan seorang pemuda pemberani, yang melarikan sepeda motornya dengan kecepatan 100 km per jam di tengah lalulintas kota. Seorang gembala menjadi berani karena ia tahu tujuan usahanya dan ia merasa bahwa tujuan itu begitu penting dan berharga, sehingga ia tidak takut mempertaruhkan hidup dan namanya demi tujuan itu.30 Jadi menjadi seorang pemimpin yang melayani dalam pelayanan penggembalaan dituntut untuk tidak lalai untuk memperjuangkan dengan keberanian untuk hidup demi Injil dan hidup untuk memberitakan Injil.
Panggilan pelayanan ada batas akhirnya
Alkitab Sabda dalam ayat 29 berkata: “Aku tahu, bahwa sesudah aku pergi, serigala-
serigala yang ganas akan masuk ke tengah-tengah kamu dan tidak akan menyayangkan kawanan itu. Setiap kita yang hidup di dunia ini pada akhirnya akan meninggalkan dunia ini. Tidak ada yang kekal di dunia ini, hidup manusia pada akhirnya akan berakhir di liang kubur.
Bahkan Firman Tuhan dalam I Petrus 1 : 24 mengatakan “sebab semua yang hidup adalah
seperti rumput dan segala kemuliaannya seperti bunga rumput, rumput menjadi kering dan
bunga gugur.” Itulah hidup manusia yang suatu saat akan berakhir. Jaya Suprana dalam pidatonya mengatakan bahwa hidup manusia ada tiga fase. Fase pertama adalah kelahiran, fase kedua adalah kematian dan fase ketiga adalah kelahiran menuju kematian. Dari penggambaran ini seharusnya seorang pemimpin disadarkan bahwa ada batas waktu usia dan tentunya ada batas waktu dalam pelayanan penggembalaan. Dalam buku Pendeta Baptis, seorang Gembala Sidang bisa berhenti dari pelayanan penggembalaannya. Salah satu alasan seorang berhenti dalam pelayanan penggembalaan adalah karena dia terpanggil untuk melayani di tempat yang lain. Setelah berdoa dan meminta hikmat dari Tuhan, maka seorang Gembala Sidang akhirnya akan memutuskan untuk pindah pelayanan ke tempat yang lain. Kenyataan inilah yang juga perlu menjadi kesadaran kita bahwa batas akhir pelayanan penggembalaan itu selalu ada. Rasul Paulus menekankan kepada para Penatua di Efesus untuk senantiasa dan terus menerus melakukan tugasnya dengan penuh tanggung-jawab. Mengapa demikian, karena Paulus tahu bahwa dirinya sudah tidak akan melihat para Penatua dan jemaat yang ada di Efesus. Ada keterpisahan dan dengan demikian ada batas waktu pelayanan Paulus kepada jemaat yang ada di Efesus. Oleh karena itu, untuk bisa mempertahankan kehidupan di dalam pelayanan penggembalaan seorang yang melayani dalam penggembalaan jangan menunda-nunda waktu, bersantai-santai karena ketika waktunya sudah tiba segala sesuatu tidak akan pernah bisa dikerjakan lagi. Mulailah dari sekarang mengerjakan tugas dan tanggungjawab dengan baik sampai Tuhan menyatakan pekerjaan tersebut selesai.
Panggilan pelayanan dilakukan dengan Kerja Keras
Alkitab Sabda dalam ayat 33 – 35 mengatakan: “Perak atau emas atau pakaian tidak
pernah aku ingini dari siapapun juga. Kamu sendiri tahu, bahwa dengan tanganku sendiri aku telah bekerja untuk memenuhi keperluanku dan keperluan kawan-kawan seperjalananku. Dalam segala sesuatu telah kuberikan contoh kepada kamu, bahwa dengan bekerja demikian kita harus membantu orang-orang yang lemah dan harus mengingat perkataan Tuhan Yesus, sebab Ia sendiri telah mengatakan: Adalah lebih berbahagia memberi dari pada menerima. Salah satu masalah yang dihadapi dalam pelayanan adalah masalah uang. Orang mengatakan bahwa kejatuhan seorang pemimpin salah satunya adalah karena uang. Namun di balik semua itu, ternyata tidak semua pemimpin yang melayani pelayanan penggembalaan itu mendasarkan pelayanannya atas dasar uang. Persoalan uang memang bisa menjadi masalah bagi pelayanan penggembalaan. Itulah sebabnya dalam pelayanan penggembalaan seorang pemimpin harus bisa menjaga diri untuk tidak jatuh dalam masalah uang. Mengelola keuangan dengan baik, mencukupkan diri sebagaimana adanya, tidak ceroboh dalam memenuhi kebutuhannya, tidak pemboros dan bersikap hati-hati untuk tidak jatuh dalam masalah uang. Rasul Paulus begitu menyadari beratnya pelayanan penggembalaan yang harus dilakukannya. Paulus menyadari bahwa dia harus bekerja keras untuk menghidupi dirinya tetapi juga bagaimana pelayanan penggembalaannnya tetap dapat dikerjakan dengan baik. Bahkan Rasul Paulus mengatakan bahwa dalam kerja kerasnya itupun bisa menolong pelayanan sosial dalam penggembalaannya sehingga bukan hanya hidupnya tetapi juga apa yang dia miliki dipersembahkan untuk Tuhan untuk pelayanan penggembalaan dan menjadi berkat. Seorang pemimpin yang melayani dalam pelayanan penggembalaan memang mesti fokus dalam pelayanannya. Namun demikian, seorang pemimpin dalam panggilannya juga haruslah mengerjakan pelayanannya dengan giat, tekad yang kuat untuk mencapai mandat ilahi dan tetap berjuang untuk dapat menghidupi kehidupannya dengan baik. Kerja keras untuk Tuhan diyakinkan bahwa Tuhan akan campur tangan dalam kehidupan sehari-hari. Seorang yang memasuki pelayanan Injl haruslah sudah menerima panggilan dari Allah secara khusus. Bannet mengatakan bahwa “hanyalah kesadaran akan panggilan ilahi untuk melakukan suatu pekerjaan yang besar dan dasyat yang dapat memberikan kepercayaan dan perasaan berwibawa. Hal itulah yang diperlukan untuk menjadikan pelayanan kita berhasil. Suatu panggilan ilahi berarti “bahwa seorang merasakan suatu keyakinan bahwa dirinya dipanggil untuk melakukan tugas yang dipercayakan kepada dirinya. Robert Liardon dalam bukunya Keberhasilan Dalam Kehidupan dan Pelayanan mengatakan bahwa pelayanan penggembalaan haruslaj membangun kehidupan atas landasan yang pasti, yaitu mematuhi Firman Allah. Seorang yang memimpin dalam pelayanan penggembalaan haruslah memiliki semangat ketekunan. Ia harus berjalan bersama Allah sepanjang waktu dan inilah yang menyebabkan kemenangan setiap kali. Siapa yang berani menaklukkan kemustahilan hidup akan tampil lebih berani dari mereka yang berdiri menganggur sambil membicarakan masalah-masalah mereka.Kesadaran diri pemimpin dalam pelayanan penggembalaan menjadi evaluasi diri apakah seorang gembala memiliki kehidupan yang benar dalam pelayanan penggembalaan yang Tuhan percayakan kepadanya. Dari kesadaran diri inilah, seorang pemimpin akan berjuang bagaimana kehidupannya dalam pelayanan penggembalaan ini sungguh-sungguh dapat dilaksanakan dengan baik dan benar. Kehidupan seorang pemimpin dalam pelayanan penggembalaan dalam Kisah Para Rasul 20:17–38 ini menjadi penolong bagi kita bagaimana kita bisa menjadi pelayan dalam pelayanan penggembalaan sesuai dengan kehendak-Nya.
Jurnal 5:
Teologi Penggembalaan Yehezkiel dalam Menghadapi Tantangan Kehidupan Jemaat
(Linda Zenita Simanjuntak, Samuel Abdi Hu, Lugimin Aziz)
Para penulis artikel ini menyatakan setuju dengan Sumiwi yang menuliskan bahwa gembala mempunyai gerak yang boleh melewati aturan demi keperluan jemaat. Meski demikian, jalur khusus ini tidak dipergunakan semena-mena untuk keperluan individu gembala. Tetapi semata-mata demi keperluan pertumbuhan iman jemaat dalam menjalani kehidupan yang kian hari kian berat tantangannya. Terhadap tantangan demi tantangan dalam kehidupan jemaat perlu performa mumpuni dan kesucian hidup dengan didorong atas panggilan pelayanan yang diterimanya dari Allah, Sang Pemilik pelayanan. Karena itu, pada masa pandemik gembala dituntun kian menunjukkan kepeduliannya terhadap situasi jemaat dalam kesehatan, ekonomi, kekuatiran dan ketakutan lain yang berkaitan dampak masa tersebut. Selanjutnya Johannis menuliskan salah satu kasus pada masa kini, ada banyak yang hilang karena penyalagunaan narkoba.20 Dengan demikian kehidupan orang Kristen masa kini telah banyak yang sesat ibarat dimangsa binatang buas, serta menuju jalan yang lain, dan tidak sedikit yang sakit namun dibiarkan oleh para gembala. Melihat tindakan Allah seperti dalam tabel di atas, tampak perhatian dan aksi Allah berpihak kepada umatNya agar menikmati ketenangan dan kenyamanan sama seperti yang dituliskan dalam Mazmur 23. Pokok ini perlu
menjadi perhatian para gembala jemaat agar melihat ketenangan dan kenyamanan jemaat bukan sebagai pilihan dalam pekerjaan pelayanannya. Ketenangan dan kenyamanan ini mencakup jasmani dan rohani, sehingga ada tingkat spiritualitas yang tinggi dalam diri jemaat. Para gembala untuk mencapai ekspektasi ini membutuhkan tenaga, pikiran dan waktu lebih dari hanya memenuhi tugas dan jadwal pelayanan. Dalam suasana pandemik covid-19 perlu perlakuan dan inovasi khusus dari para gembala dalam menuntun jemaat untuk menikmati ketenangan dan kenyamanan jasmani dan rohani. Yesus Kristus telah memberikan berbagai prinsip pelayanan di tengah krisis dengan aktif membuka dialog yang memiliki dasar teologi dan komunikasi yang benar. Yehezkiel memakai gambaran domba dan gembala untuk menunjukkan orang-orang pilihan Allah yang terlantar dari penggembalaan pelayanan pastoral.
Para gembala adalah para pemimpin Gereja, yang mendapat tugas dalam pelayanan pastoral, namun tidak menjalankan tugas pokok dan fungsinya. Riemer menuliskan agar penatua mengenal masing-masing nama dan keadaan jemaat secara pribadi, baik dalam susah dan sukacita. Dengan demikian penulis menekankan agar penggembalaan berani memasuki ranah pelayanan yang mengikuti perubahan dan tantangan dalam kehidupan jemaat, baik dalam kesehatan, kemiskinan dan tekanan sosial agar melalui pelayanan itu kehadiran kerajaan Allah dapat dirasakan jemaat. Pada ayat 23-24 ada kalimat yaitu ‖mengangkat Daud jadi gembala dan
Raja atas domba-domba.‖ Balchim menuliskan nubuatan pasal 1-24 ditulis sebelum 587 SM, bahkan nubuatan-nubuatan pasal 33-39 untuk Yerusalem setelah kejatuhannya. Jika mengikuti kisah Daud membangun Yerusalem dan sebelumnya, maka kelahiran Daud diperkirakan 1040 SM. Karena itu dapat dipastikan bahwa nubuatan ini diterima jauh setelah Daud meninggal dan dengan demikian kata ‖mengangkat Daud‖ tidak dapat dipahami secara harafiah. Menurut peneliti, kata ―mengangkat Daud‖ merupakan konotasi merujuk kepada kekuatan pemerintahan Daud yang sanggup melepaskan Israel dari kekuatan Filistin dan sekutunya. Peneliti melihat bahwa Mazmur 23 (dari Daud) telah dikenal oleh Yehezkiel, sehingga Allah memberikan nubuat itu dengan menggunakan kata mengangkat Daud sebagai bentuk pemahaman Allah sebagai Gembala yang memberikan ketenangan dan menyediakan rumput hijau, seperti dinyanyikan Daud dalam Mazmur 23 itu. Stovell juga menjelaskan bahwa penggunaan kata mengangkat Daud‖ sebagai gambaran kekuatan Allah melalui keturunan Daud yang kelak akan menggembalakan umat-Nya. Yehezkiel menerima nubuatan tentang orang Israel di Yerusalem dan para gembala disana. Rajo menuliskan bahwa Yehezkiel diutus untuk memberitahu dan memperingatkan orang Israel agar tidak berbuat dosa dan bertransformasi dengan hidup yang gemilang. Dengan demikian Yehezkiel selain menegur para
gembala, juga menegur umat Israel. Jonch menuliskan menurutnya gembala yang bertanggung jawab hendaknya memberi kebutuhan makanan, istirahat, ketenangan, berkembang biak, menikmati rumut hijau, merasakan bebas dari ancaman pemangsa dan pencuri. Domba adalah makhluk yang harus dilindungi oleh gembala. Dengan demikian teologi penggembalaan merupakan pemahaman yang mendalam dari rencana, cinta kasih Tuhan atas umat-Nya, dengan dasar penelusuran Alkitab dengan penerapannya yang maksimal kepada orang-orang
yang digembalakan dalam satu sidang jemaat tertentu. Teologi penggembalaan adalah paduan antara pemahaman yang benar dari Alkitab serta tindakan yang berkesesuaian untuk memberi kenyamanan dan kesejahteraan. Kapic menuliskan teologi penggembalaan lebih dari sekadar kebajikan, kontemplasi dan pengetahuan. Gereja secara personifikasi memiliki tugas sebagai gembala. Karena itu tindakan penghakiman Allah juga ditujukan kepada gereja yang secara organisasi melupakan tugas penggembalaan. Herlince Rumahorbo menuliskan bahwa tugas gereja yang semakin kompleks, bersamaan dengan tugas pemberitaan pertobatan dan pemberian pengampunan dosa. Karena itu salah satu usulannya yang harus diperhatikan dan tetap dikerjakan adalah mengunjungi jemaat secara pribadi. Situasi yang sulit untuk bertatap muka tidak dapat menjadi alasan bagi gembala untuk melupakan tugas penggembalaan. Perkunjungan yang mulai bergeser dari pola tatap muka, telah mendapat jalan baru dengan media daring (online) dengan
berbagai media dan aplikasi. Sianturi menuliskan istilah tersebut dengan teologi pastoral di ruang publik. Gembala hendaknya memiliki pola baru dalam penggembalaan dengan mengadakan percakapan sesuai dengan bidang kehidupan jemaat yang disertai dengan pembacaan firman Tuhan dan doa bersama. Sebab itu seorang Gembala diminta untuk berani maju di ruang publik dalam pendampingan-pendampingan kepada warga jemaat yang memerlukan perhatian, baik kepada warga jemaat atau masyarakat yang terabaikan (unreach people). Gembala pada dasarnya melakukan tugas mengajar, berdoa, menegur dan menuntun dalam kesabaran, agar orang-orang yang berdosa menemukan pertobatannya kepada Allah. Karena itu dalam perannya sebagai pengajar, maka dapat dianalogikan/dipersamakan dengan guru atau pengajar lain, seorang gembala hendaknya mengajarkan firman Allah, menggembala penuh kasih dengan inovatif, kreatif dan memperhatikan prinsip edukatif. Yehezkiel 34:4 menunjukkan tentang kekecewaan Allah terhadap gembala yang tidak menguatkan yang lemah, tidak mengobati yang sakit, tidak membalut yang luka, tidak membawa yang tersesat, tidak mencari yang hilang, menginjak-injak domba dengan kekerasan dan kekejaman. Mengajar dan menuntun dengan sabar adalah pekerjaan yang memerlukan totalitas dari para gembala. Hal ini diperlukan secara lebih nyata dalam keadaan yang semakin sulit dengan tantangan yang beragam di tiap zaman. Dalam dunia pengajaran dan perkembangan keilmuan, filsafat serta perkembangan teknologi menjadi kompetitor baru dalam teologi praktika, para
jemaat telah memiliki banyak pilihan yang baru selain performa dan perangai Gembala secara nyata. Sandi menuliskan penelitiannya tentang model teacher pastor dari Yehezkiel 34 menyatakan bahwa guru juga harus mengambil peran sebagai gembala/pastor terhadap peserta didik. Gembala yang baik jika mampu mengangkat semangat orang-orang yang lemah dalam iman, menumbuhkan kepercayaan diri bagi yang minder serta setia dalam menjalankan tugasnya meski menghadapi situasi yang tidak mendukung. Peran inilah yang telah diterapkan oleh Yesus Kristus sebagai Gembala Sejati.
Para penulis melakukan penelitian ini merupakan hasil studi dari Yehezkiel 34 yang berangkat dari situasi penggembalaan yang kian kompleks dari waktu ke waktu, terutama pasca
pandemik Februari 2020 lalu. Bukan saja di Indonesia namun di seluruh belahan dunia. Gembala-gembala telah tiba saatnya untuk bergerak melampaui zaman dan berbagai tantangan yang berbeda di tiap zaman. Sebab seiring bergantinya zaman, tantangan yang ada juga berbeda. Gembala dituntut untuk memberikan segala kapasitas yang dimiliki untuk menuntun jemaat dalam menjalani kehidupan yang memberi tantangan-tantangan berbeda di tiap era. Allah dengan kasih (chesed, hesed atau kasih setia, cinta kasih, kasih sayang Allah) yang tidak terhingga kepada umat pilihanNya mempunyai hasrat (passion) untuk memberikan ketenganan, kenyamanan kepada domba-dombaNya hingga ada kesadaran bahwa Allah adalah Gembala Sejati bagi mereka. Teologi pengembalaan dari Yehezkiel 34 menekankan kembali penggembalaan yang tulus, setia pada perintah Alah dan tidak abai terhadap domba-domba yang diberikan Allah padanya, bagaimanapun situasi yang dihadapi. Teologi praktika akan tetap mendapat tantangan-tantangan baru di setiap zaman, namun Alkitab terus memberi pegangan bagi Gembala untuk memberi ketenangan dan kenyamanan bagi domba-domba.