Lima Kasus Pastoral
LIMA KASUS PASTORAL
Kasus 1: Kepribadian Pendeta
Kasus 2: Keluarga Pendeta
Kasus 3: Pendeta dalam Organisasi
Kasus 4: Tugas Pendeta
Kasus 5: Pendeta yang Didisiplinkan
Mata Kuliah: Teologi Pastoral
Dosen: Dr. Yunus Laukapitang
Mahasiswa: Aya Susanti
PROGRAM STUDI DOKTORAL
SEKOLAH TINGGI FILSAFAT JAFFRAY
MAKASSAR
2022
Kasus 1: Kepribadian Pendeta
Seorang pendeta dari sebuah megachurch di Missouri, Amerika Serikat, ditemukan meninggal dengan luka tembak. Menurut hasil autopsi, pendeta tersebut menembak dirinya sendiri.
a. Realita Masalah
Pendeta tersebut bernama Darrin Patrick. Ia membangun megachurch The Journey dan juga melayani di megachurch Seacoast. Ia meninggal pada tanggal 7 Mei 2020 saat melakukan kegiatan target shooting dengan seorang teman. Menurut laporan autopsi yang dirilis hari Kamis, peluru yang ditembakkan dari jarak dekat di bawah dagu dan itu menyebabkan kematian dari Darrin Patrick.
b. Analisa Masalah
Setelah kematian Darrin, sang istri, Amie, bercerita tentang suaminya, “Dia sangat mencintai Tuhan dan orang-orang dengan cara yang menantang saya. Dan dia sangat mencintai saya. Saya belajar banyak bagaimana Tuhan mencintai saya melalui suami saya melihat saya, mengenal saya dan peduli pada saya. Kami akan berantakan untuk sementara waktu, tapi kami akan baik-baik saja. Kami sangat berduka dengan harapan yang tak tergoyahkan bahwa dunia ini bukanlah akhir dan bahwa kita akan melihat Darrin kita lagi,” katanya.
c. Refleksi Teologis
Seorang pendeta, terlebih adalah seorang gembala mati dengan cara bunuh diri. Walaupun istri menyaksikan bahwa suaminya adalah seorang yang sangat mencintai Tuhan namun tetap saja, kesaksiannya tidak akan membuat suaminya hidup kembali. Tentu saja ini adalah sebuah kasus yang tidak dapat dilihat, dinilai dan dipelajari oleh orang terdekatnya sekalipun. Seorang pendeta tentunya pernah mengecap sekolah teologi dan mengetahui bahwa bunuh diri bukanlah jalan keluar dari sebuah permasalahan. Sampai sejauh ini, sebagai orang luar tentunya kita hanya dapat berasumsi bahwa besar kemungkinan kepribadian pendeta ini terganggu. Pendeta ini diduga mengalami gangguan jiwa kalaupun bukan sakit jiwa.
Bercermin dari kasus kematian pemimpin Israel di Perjanjian Lama, setidaknya ada dua kasus yang mati bunuh diri, pertama adalah Hakim-Hakim Simson dan kedua adalah Raja Saul. Kedua-duanya adalah orang yang memiliki peran khusus di dalam memimpin bangsa Israel. Kedua-duanya memiliki kharisma yang luar biasa. Simson memiliki kekuatan fisik yang melampaui kekuatan manusia pada umumnya dan Saul memiliki kharisma ketampanan fisik satu kepala lebih tinggi dari rataa-rata orang sebangsanya.
Orang-orang dengan kharisma yang banyak perlu diimbangi dengan karakter yang baik. Simson walaupun penuh dengan kharisma karena kekuatannya, ternyata dia adalah seorang yang lemah di dalam bidang relasinya dengan lawan jenis. Dia tidak mempunyai kekuatan untuk menolak Delila yang merengek untuk mengetahui kelemahannya yang terletak di rambut nazirnya yang tidak boleh kena pisau cukur. Dari sinilah Simson terlihat berkompromi dan akhirnya jatuh untuk pertama kalinya. Kharisma tidak seimbang dengan karakternya. Di akhir hidupnya Simson mati bersama dengan musuh-musuh bangsanya ditimpa robohnya bangunan karena Simson dengan sengaja mencabut tiangnya.
Lain Simson lain pula dengan Saul. Walaupun dia seorang yang sangat tampan namun ternyata dia memiliki keminderan yang luar biasa, dia bersembunyi di antara orang-orang Israel ketika Tuhan mengizinkanya dia terpilih sebagai Raja pertama bangsa Israel. Dalam tugasnya sebagai Raja dia tidak menaati Tuhan dengan mengambil bagian yang menjadi tugas seorang Imam dalam mempersembahkan korban bakaran. Setelah ditegur bukannya bertobat malah membuat alasan untuk membela diri. Pelanggaran lainnya juga pergi mencari pimpinan melalui seorang pemanggil arwah. Saul adalah tipikal seorang pemimpin bangsa yang tidak menaati Tuhan dan tidak bertobat, terbukti dengan kekalahannya di medan perang, ia mati dengan menikamkan dirinya sendiri pada pedang yang terhunus.
Di Perjanjian Baru ada dua orang murid yang mengkhianati guru mereka yakni Yesus. Baik Yudas Iskariot dan Petrus, keduanya sama-sama menangis, sama-sama menyesali pengkhianatannya, namun Petrus bertobat dan Yudas tidak bertobat. Yudas lebih memilih mati dengan cara menggantung diri. Dari ketiga kasus dari tokoh Alkitab yang mati bunuh diri, ketiganya memiliki kecacatan karakter, tidak menaati Allah.
d. Rencana Aksi
Perlu menyelidiki lebih seksama kasus demi kasus para pemimpin gereja yang bunuh diri dan menuliskannya menjadi artikel ilmiah yang akan dipublikasikan di jurnal online dengan tujuan agar ini menjadi sebuah pembelajaran yang berharga dan juga merupakan salah satu langkah preventif untuk mencegah para gembala yang tergoda untuk mengakhiri hidupnya sendiri.
Kasus 2: Keluarga Pendeta
Ada sebuah keluarga pendeta yang suaminya lulusan dari Seminari yang sama dengan istrinya, mereka memili dua orang anak remaja, yang sulung perempuan dan yang bungsu laki-laki.
a. Realita Masalah
Anak remaja perempuan dari keluarga gembala sidang ini tersandung kasus hamil di luar nikah dengan pemuda yang bekerja sebagai tata usaha di gerejanya. Untuk menghilangkan aib keluarga gembala sidang tersebut, nyonya gembala yang berwarga negara lain dengan suaminya mengirimkan putri sulungnya ini mengungsi ke kampung halamannya di negeri tetangga dan anak yang dilahirkannya akan diberikan kepada orang lain. Namun upaya menutup aib ini dilabeli dengan rekayasa mengirim putrinya sekolah di luar negeri. Bagaimanapun menutupi skandal tersebut akhirnya terbongkar juga. Pimpinan Sinode menjatuhkan disiplin kepada Gembala Sidang yang telah melalaikan mendidik anaknya dan membuat pengakuan terbuka di hadapan jemaatnya. Karena kesediaan mengakui kesalahannya, sampai saat ini keluarga hamba Tuhan ini masih melayani di gereja yang sama. Jemaat dapat menerima pertobatan pendeta dan keluarganya.
b. Analisa Masalah
Menurut para pengamat keluarga gembala ini, sejak dari anak ini masuk Taman Kanak-Kanak dan Sekolah Dasar, terlihat ibunya sangat dominan. Ibunya dinilai terlalu protektif dan memanjakan anaknya dengan cara berlebihan. Sewaktu diantar dan dijemput di sekolah, ibunya memperlihatkan kasih sayang yang berlimpah dengan mencium dan memeluk anaknya. Ketika sudah menanjak remaja, anak ini ketika berpacaran tidak pernah ditegur oleh orang tuanya ketika menghabiskan biaya telepon bernilai jutaan rupiah di rumah pastori yang tentu saja tagihan rekening telepon ini dibayar oleh majelis.
Saksi yang lain juga mengamati bahwa bapak gembala tidak menjadi kepala keluarga yang baik ketika menyerahkan seluruh masalah pendidikan anak-anak sepenuhnya kepada istrinya, mestinya ini adalah adalah tanggung jawab bersama sebagai orang tua. Selain itu sang istri terlalu dominan baik dalam keluarga maupun dalam gereja sampai merambah sebagai penentu desain interior gereja ketika gedung gereja dibangun ulang untuk menggantikan bangunan lama, padahal ada panitia pembangunan yang sudah memiliki desain dan segala kelengkapannya karena gedung gereja ini dapat menampung dua ribu orang jemaat. Dan masih banyak kesaksian lagi yang menjurus kepada kelalaian tanggung jawab seorang gembala di dalam mengurus keluarganya. Hal itu diakui gembala secara terbuka di hadapan sidang jemaat ketika dia menjalani disiplin gereja.
c. Refleksi Teologis
Keluarga Imam Eli menjadi contoh dari refleksi kasus gembala sidang tersebut. Allah mendirikan institusi keluarga dan institusi gereja secara langsung. Allah menempatkan suami sebagai kepala keluarga dan menempatkan seorang gembala sidang sebagai pemimpin gereja. Imam Eli adalah seorang kepala keluarga sekaligus juga adalah pemimpin umat. Secara logis apabila seseorang tidak sanggup menjadi kepala keluarga yang baik, apalagi menjadi pemimpin umat? Demikianlah Imam Eli mesti menelan hal yang pahit ketika melihat anak-anaknya yang durjana dihukum langsung oleh Allah karena kegagalannya di dalam mendidik dan mendisiplinkan anak-anaknya sendiri.
d. Rencana Aksi
Menjadikan aib keluarga gembala sidang tersebut sebagai studi kasus untuk kelas Teologi Pastoral agar mahasiswa menjadi mawas diri untuk materi pembelajaran pribadi. Bisa juga sebagai tugas kelompok yang dapat didiskusikan bersama untuk mencari usaha pencegahan agar keluarga gembala tidak berkasus seperti itu lagi maupun mengusulkan solusi atau cara-cara yang alkitabiah mendisiplinkan keluarga gembala yang bermasalah.
Kasus 3: Pendeta dalam Organisasi
Ada seorang Penginjil yang melayani di suatu gereja yang Injili dikarenakan karena umurnya sudah tidak memungkinkan untuk ditahbiskan menjadi pendeta, lalu dia memutuskan dirinya untuk ditahbiskan di gereja dan sinode lain namun tetap melayani di gereja Injili tadi. Majelis ada yang pro dan kontra, jemaat ada sebagian yang tidak setuju dan memutuskan untuk pindah gereja, sebagian jemaat marah dan ingin melaporkan masalah tersebut kepada polisi. Penginjilnya yang telah ditahbiskan menjadi pendeta di gereja lain dianggap telah melanggar peraturan gereja dan menjadi pembuat masalah sehingga gereja menjadi terpecah belah.
a. Realita Masalah
Awalnya sebelum bergabung di gereja Injili, hamba Tuhan ini yang tadinya adalah seorang pengusaha sudah mengatakan bahwa dirinya mau melayani tanpa menjadi Pendeta dikarenakan umurnya yang tidak memungkinkan untuk ditahbiskan di gereja tempat dia melayani. Dengan fungsi sebagai Penginjil dia mulai melayani pada umur lima puluh tahun. Setelah lima tahun kemudian, dia secara diam-diam ditahbiskan menjadi Pendeta pada sinode lain dengan mengambil tempat di sebuah hotel. Dari analisis seperti ini jelas bahwa hamba Tuhan ini tidak konsisten dan telah melanggar tata tertib organisasi di gereja tempatnya melayani.
b. Analisa Masalah
Pemimpin gereja seperti ini dapat dicap sebagai pembuat masalah dengan melihat akibat yang ditimbulkannya. Bila dianalisa lebih mendalam terlihat adanya ketidak-konsistenan di dalam bersikap dan berkarakter. Tentu saja ini menjadi perbuatan yang tidak dapat dibenarkan di dalam berorganisasi dan bergereja. Ada pelanggaran ketertiban dan etika berorganisasi.
c. Refleksi Teologis
Dengan tidak mencari kepentingan sendiri atau puji-pujian yang sia-sia. Sebaliknya hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama dari pada dirinya sendiri; dan janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga (Filipi 2:3). Beranjak dari ayat ini sebagai hamba Tuhan hendaklah kita menyadari bahwa dapat melayani Tuhan adalah anugerah Allah yang besar. Dengan mengutamakan satu sama lain akan menghindarkan seorang hamba Tuhan menjadi cenderung narsistik, seperti yang ditulis oleh Paulus, “sebab semuanya mencari kepentingannya sendiri, bukan kepentingan Kristus Yesus” (Filipi 2:21). Tetapi murka dan geram kepada mereka yang mencari kepentingan sendiri, yang tidak taat kepada kebenaran, melainkan taat kepada kelaliman (Roma 2:8).
d. Rencana Aksi
Kasus seperti ini perlu diselidiki secara seksama, khususnya menyangkut motif terdalam dari pengambilan keputusan yang dilakukan oleh pemimpin gereja yang membawa dampak buruk bagi jemaatnya. Hasil dari studi kasus seperti ini dapat dituliskan di dalam buku atau diktat perkuliahan yang diajarkan di dalam mata kuliah Teologi Pastoral atau Mata Kuliah Kepemimpinan Kristen.
Kasus 4: Tugas Pendeta
Seorang Penginjil perempuan yang masih lajang diundang oleh sebuah gereja beretnis Tionghoa melayani sebagai gembala sidang. Adapun gereja ini sebelumnya telah digembalakan selama tiga puluh tahun oleh seorang gembala sidang laki-laki yang sudah berkeluarga dan sudah emeritus namun tetap masih melayani di sana.
a. Realita Masalah
Sejak Penginjil ini menjabat sebagai gembala sidang, banyak sekali kebijakan bahkan liturgi gereja ini dirombak secara radikal. Contohnya saja, gembala sidang bila diundang menjadi pembicara di gereja lain, maksimal satu kali dalam waktu sebulan, diganti menjadi maksimal tiga kali dalam sebulan. Liturgi Pendeta yang memberi berkat di akhir Kebaktian Umum, digantikan oleh siapa saja yang dia akan tunjuk, walaupun orang yang dia tunjuk bukan seorang pendeta atau majelis. Kebaktian Remaja – Pemuda dibubarkan digabungkan dengan Kebaktian Umum.
Karena banyak kebijakan dirombak maka dia jarang berada di gereja di saat Kebaktian Umum sedang berlangsung. Ditambah lagi dia juga sibuk membangun sekolah yang sebenarnya bukan tugasnya sebagai gembala. Mestinya dia dapat mendelegasikan tugasnya di sekolah bila ia tetap memegang jabatan sebagai gembala sidang.
b. Analisa Masalah
Gembala sidang perempuan ini walaupun sudah lima tahun melayani belum ditahbiskan menjadi Pendeta. Untuk melaksanakan sakramen baptisan dan perjamuan kudus serta pemberkatan nikah, masih dipimpin oleh mabaruntan gembala sidang. Mestinya sebagai hamba Tuhan yang baru, ia belajar rendah hati untuk meneruskan kebijakan baik yang sudah disepakati dan diatur oleh tata laksana gereja selama puluhan tahun. Persekutuan Remaja-Pemuda yang adalah wadahnya generasi millenial bertumbuh seharusnya tidak dibubarkan. Tampak melalui sepak terjangnya, gembala sidang ini belum matang secara rohani dan kepribadian.
c. Refleksi Teologis
“Tetapi kuasailah dirimu dalam segala hal, sabarlah menderita, lakukanlah pekerjaan pemberita Injil dan tunaikanlah tugas pelayananmu!” (II Timotius 4:5). Nasihat Rasul Paulus kepada anak rohaninya Timotius sangat pas untuk gembala sidang yang baru ini agar berfokus kepada pelayanan utamanya sebagai seorang hamba Tuhan bukan sebagai hamba uang dengan menerima banyak undangan pelayanan di luar dari tugas pokoknya di dalam gereja.
Karena itu, saudara-saudaraku yang kekasih, berdirilah teguh, jangan goyah, dan giatlah selalu dalam pekerjaan Tuhan! Sebab kamu tahu, bahwa dalam persekutuan dengan Tuhan jerih payahmu tidak sia-sia. (I Korintus 5:58). Nasihat Rasul Paulus kepada jemaat di Korintus ini juga sangat pas untuk mengingatkan panggilan gembala sidang ini agar kakinya tidak berjejak di dua perahu, di gereja dan di sekolah. Pelayanan primernya adalah di gereja, sedangkan pelayanan mendirikan dan mengelola sekolah dapat ia delegasikan kepada orang lain.
d. Rencana Aksi
Contoh kasus gembala sidang yang memprimerkan pelayanan sekunder dan mengsekunderkan pelayanan primernya ini dapat dicegah bila di Sekolah Tinggi Teologi membentuk secara spesifik setiap calon hamba Tuhan sesuai dengan talentanya agar ketika sudah terjun ke dalam pelayanan tidak memiliki sikap yang ambigu. Aksi nyata yang telah dan akan dikerjakan adalah terus menulis buku-buku yang berkaitan dengan penggembalaan calon gembalaa yang memiliki multi talenta dan multi intelengensia agar buku ini dapat menolong setiap calon gembala dapat melayani dengan tertib dan tidak menjadi batu sandungan bagi jemaatnya.
Kasus 5: Pendeta yang Didisiplinkan
Seorang Pendeta yang juga mengajar paruh waktu di satu sekolah teologi terlibat skandal perselingkuhan dengan seorang mahasiswinya.
a. Realita Masalah
Pendeta yang hampir emiritus ini memiliki istri dan anak-anak laki-laki dan perempuan. Skandal perselingkuhannya diketahui oleh suami dari mahasiswi yang diselingkuinya melalui media sosial. Suatu percakapan intim tiba-tiba dibaca oleh suami dari istrinya yang diselingkuhi oleh bapak dosennya sendiri. Dari sini skandal tersebut terbongkar.
b. Analisa Masalah
Mulanya Pendeta ini tidak mau mengakui perbuatannya. Namun karena suami dari mahasiswinya memegang bukti dan mengancam akan diproses ke pihak berwajib, barulah Pendeta ini mengakui perbuatannya dengan membuka dan memberikan keterangan sedikit demi sedikit, tidak dibuka sekaligus. Demikianlah akhirnya pendeta ini dinonaktifkan dari pelayanannya sebagai pendeta maupun sebagai dosen tanpa didampingi tim penguatan atau konselor dari institusi dan organisasi yang pernah dilayaninya.
c. Refleksi Teologis
Jauhkanlah dirimu dari percabulan! Setiap dosa lain yang dilakukan manusia, terjadi di luar dirinya. Tetapi orang yang melakukan percabulan berdosa terhadap dirinya sendiri (I Korintus 6:18). Dengan melihat betapa beratnya peringatan pelanggaran percabulan ini kiranya dapat mengingatkan para pendeta untuk tidak tersandung dalam kasus atau skandal seperti ini,
Marilah kita hidup dengan sopan, seperti pada siang hari, jangan dalam pesta pora dan kemabukan, jangan dalam percabulan dan hawa nafsu, jangan dalam perselisihan dan iri hati. Tetapi kenakanlah Tuhan Yesus Kristus sebagai perlengkapan senjata terang dan janganlah merawat tubuhmu untuk memuaskan keinginannya (Roma 13:13-14). Bila etika yang diserukan dan dihimbau oleh Rasul Paulus di dalam ayat ini dilaksanakan dengan baik, niscaya akan mencegah perbuatan tidak sopan yang merusak tata krama dan tatanan nilai di dalam kehidupan berkeluarga, bergereja dan bermasyarakat.
d. Rencana Aksi
Dengan maraknya skandal yang terjadi di kalangan hamba Tuhan, ada baiknya setiap gereja, Sekolah Tinggi Teologi sampai pengurus aras pusat di tingkat Sinode perlu menyediakan wadah konseling, pendampingan dan pemulihan para hamba Tuhan yang pernah tersandung kasus percabulan, perzinahan dan perselingkungan.